Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Sejarah Penyebaran Islam di Kalimantan Selatan dan Peran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Islam mulai masuk ke wilayah Kalimantan pada abad ke-15 Masehi melalui para pedagang muslim yang berasal dari Kesultanan Melayu. Pedagang muslim dari Kesultanan Melayu ini seringkali menjalin hubungan dagang dengan masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan. Dalam hubungan dagang tersebut, pedagang muslim tersebut memberikan pengaruh keagamaan kepada masyarakat Dayak sehingga masyarakat Dayak mulai tertarik untuk memeluk Islam.

Pada abad ke-16, agama Islam semakin berkembang di Kalimantan ketika para wali atau ulama Islam datang ke wilayah tersebut. Salah satu wali Islam yang datang ke Kalimantan adalah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang berasal dari Banjarmasin. Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dalam penyebaran Islam di Kalimantan.

Pada abad ke-17, Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan menjadi pusat keagamaan Islam. Kesultanan Banjar sendiri didirikan oleh Sultan Suriansyah pada tahun 1526 dan merupakan salah satu kesultanan tertua di Indonesia. Di Kesultanan Banjar, agama Islam menjadi agama resmi dan sultan juga memperkuat pengaruhnya dengan membangun masjid-masjid dan pesantren-pesantren.

Kedatangan para pedagang muslim, wali Islam, dan pengaruh Kesultanan Banjar menjadi faktor utama dalam penyebaran agama Islam di Kalimantan. Dari Kalimantan Selatan, agama Islam kemudian menyebar ke wilayah Kalimantan lainnya seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Islam di Kalimantan mengalami percampuran dengan budaya setempat dan menghasilkan keunikan tersendiri dalam praktik keagamaannya.

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tanggal 7 Oktober 1710 Masehi. Ia adalah seorang ulama, penyair, dan sufi yang menjadi tokoh penting dalam sejarah Islam di Kalimantan. Nama lengkapnya adalah Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Qahiri Al-Banjari.

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari belajar agama Islam di lingkungan keluarganya dan kemudian melanjutkan pendidikannya ke Makkah, Arab Saudi pada usia 18 tahun. Di Makkah, ia belajar di bawah bimbingan para ulama terkemuka seperti Syekh Muhammad Hayat as-Sindhi dan Syekh Abdul Qadir al-Jazairi.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Makkah, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari kembali ke Banjarmasin dan menjadi ulama terkemuka di sana. Ia menjadi guru bagi banyak murid dan juga menjadi imam di Masjid Sultan Suriansyah. Selain itu, ia juga aktif dalam dakwah dan penyebaran agama Islam ke wilayah-wilayah sekitarnya.

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dikenal sebagai seorang penyair yang pandai mengungkapkan keindahan bahasa dalam syair-syairnya. Karya sastranya yang terkenal adalah Hikayat Banjar, sebuah kumpulan cerita rakyat yang ditulis dalam bahasa Banjar. Selain itu, ia juga menulis banyak karya ilmiah seperti Taj al-arus fi akhbar min al-harus, sebuah kitab yang membahas tentang sejarah Islam di Kalimantan.

Pengaruh Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dalam penyebaran Islam di Kalimantan sangat besar. Ia mampu menyatukan berbagai suku dan budaya di Kalimantan dengan Islam sebagai agama yang mengikat. Setelah wafatnya pada tanggal 4 Desember 1812, ia dihormati sebagai seorang wali Allah dan makamnya di Banjarmasin menjadi tempat ziarah bagi umat Islam.

Makam Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari di Banjarmasin

Makam Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari terletak di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Makam ini merupakan tempat ziarah yang sangat penting bagi umat Islam di Kalimantan dan Indonesia pada umumnya, dibangun pada tahun 1960 dan terletak di kompleks Masjid Sultan Suriansyah. Kompleks tersebut juga memiliki beberapa makam ulama lainnya. Makam Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari sendiri terletak di dalam sebuah bangunan berbentuk kubah yang dihiasi dengan ornamen Islam tradisional.

Pengunjung yang datang ke makam Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari biasanya akan membaca doa, berzikir, dan memohon berkah kepada Allah SWT. Makam ini juga menjadi tempat pelaksanaan acara-acara keagamaan seperti haul, yaitu peringatan hari meninggalnya ulama tersebut, yang biasanya dilakukan setiap tahun. Setiap tahunnya, ribuan wisatawan datang ke makam tersebut untuk berziarah dan mengetahui lebih jauh tentang sejarah ulama terkenal ini selama hidupnya.

Kesultanan Banjar

Kesultanan Banjar adalah salah satu kesultanan tertua di Kalimantan Selatan, Indonesia. Kesultanan Banjar didirikan pada abad ke-15 oleh seorang pemimpin bernama Raden Samudra, yang kemudian dinobatkan menjadi Sultan Suriansyah. Kesultanan Banjar kemudian berkembang pesat di bawah kepemimpinan Sultan Suriansyah dan sukses menjadi pusat perdagangan dan kekuasaan di Kalimantan Selatan pada masa itu.

Selama berabad-abad, Kesultanan Banjar memiliki hubungan perdagangan yang erat dengan berbagai kerajaan dan kesultanan di Nusantara, seperti Kesultanan Malaka, Kesultanan Demak, dan Kesultanan Mataram. Selain perdagangan, Kesultanan Banjar juga memiliki hubungan diplomatik dengan berbagai negara, seperti Belanda, Inggris, dan Portugis.

Selama masa kejayaannya, Kesultanan Banjar menghasilkan banyak peninggalan sejarah dan budaya yang masih dapat dilihat hingga saat ini. Beberapa di antaranya adalah Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Istana Kuning, dan Museum Lambung Mangkurat yang menyimpan berbagai koleksi sejarah dan budaya Kesultanan Banjar.

Pada abad ke-19, Kesultanan Banjar mulai mengalami tekanan dari pihak Belanda yang ingin menguasai wilayah Kalimantan Selatan. Pada tahun 1859, Kesultanan Banjar akhirnya menyerah pada Belanda setelah melalui perang yang cukup sengit. Setelah itu, Kesultanan Banjar berada di bawah kendali Belanda dan wilayahnya digabungkan ke dalam wilayah Hindia Belanda.

Sultan Suriansyah (Raden Samudra)

Sultan Suriansyah lahir dengan nama Raden Samudra pada sekitar tahun 1430 di daerah Tatar Sambas, Kalimantan Barat. Ayahnya bernama Pangeran Tumenggung Aria Wiraraja, yang berasal dari Kerajaan Majapahit, sedangkan ibunya berasal dari suku Dayak.

Pada usia 18 tahun, Raden Samudra diberikan tugas oleh ayahnya untuk memimpin sebuah ekspedisi ke wilayah Sungai Martapura, Kalimantan Selatan. Di sana, Raden Samudra berhasil memperoleh dukungan dari beberapa kepala suku Dayak dan membentuk sebuah kesatuan yang kemudian dikenal sebagai Kesultanan Banjar.

Raden Samudra kemudian dinobatkan sebagai Sultan Suriansyah I pada tahun 1526. Ia berhasil memperluas wilayah Kesultanan Banjar dengan menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga dan mengembangkan perdagangan. Selain itu, Sultan Suriansyah juga memperkuat sistem pemerintahan dan mengembangkan agama Islam di wilayah Kesultanan Banjar.

Sultan Suriansyah memiliki putra bernama Pangeran Samudera atau juga dikenal sebagai Sultan Tamjidillah I yang kemudian menggantikannya sebagai Sultan Banjar II. Pada masa kepemimpinan Sultan Tamjidillah I, Kesultanan Banjar terus berkembang dan menjadi pusat perdagangan dan kekuasaan di Kalimantan Selatan. Sultan Suriansyah dikenal sebagai tokoh yang bijaksana dan penuh perhatian terhadap rakyatnya. Ia meninggal dunia pada tahun 1550 dan dimakamkan di kawasan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sampai saat ini, makam Sultan Suriansyah masih menjadi salah satu tempat ziarah yang populer di Kalimantan Selatan. Ia dihormati sebagai pendiri Kesultanan Banjar dan salah satu tokoh yang berjasa dalam membangun sejarah dan budaya Kalimantan Selatan.

Wilayah Kesultanan Banjar

Wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar meliputi sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan dan sebagian wilayah Kalimantan Tengah, serta sebagian wilayah provinsi Kalimantan Timur.

Wilayah Kesultanan Banjar memiliki kekayaan alam yang melimpah, seperti tambang emas, perkebunan karet, kayu, dan tambang batu bara. Hal ini membuat Kesultanan Banjar menjadi salah satu kerajaan yang sangat makmur di Nusantara pada masa lalu. Selain itu, Kesultanan Banjar juga terkenal dengan budaya dan kearifan lokal yang khas, seperti seni tari-tarian dan musik tradisional.

Jejak Peninggalan Kesultanan Banjar

Bukti-bukti jejak peninggalan sejarah kejayaan Kesultanan Banjar pada masa lalu dan menjadi bagian penting dari warisan budaya dan sejarah Indonesia.

  1. Istana Kesultanan Banjar: Istana Kesultanan Banjar adalah bangunan istana yang menjadi tempat tinggal para sultan Banjar dan keluarga kerajaan. Bangunan ini terletak di pusat kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dan saat ini menjadi objek wisata sejarah yang populer.
  2. Masjid Sultan Suriansyah: Masjid ini dibangun pada abad ke-17 oleh Sultan Suriansyah, pendiri Kesultanan Banjar, dan merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di pusat kota Martapura dan menjadi pusat kegiatan keagamaan bagi masyarakat Banjar.
  3. Keraton Kambang: Keraton Kambang adalah bangunan keraton yang dibangun pada abad ke-18 oleh Sultan Tamjidillah I di tepi Sungai Martapura. Bangunan ini memiliki arsitektur khas Banjar dan menjadi salah satu tempat wisata sejarah yang menarik.
  4. Makam Sultan Banjar: Terdapat beberapa makam para sultan Banjar yang terletak di berbagai wilayah Kalimantan Selatan, seperti Makam Sultan Suriansyah di Martapura dan Makam Sultan Adam di Kota Banjarmasin. Makam-makam ini menjadi objek ziarah dan menjadi tempat bersejarah yang penting.
  5. Tari-tarian dan musik tradisional: Kesultanan Banjar memiliki budaya dan kearifan lokal yang khas, seperti tari-tarian dan musik tradisional. Beberapa tarian tradisional yang terkenal antara lain Tari Baksa Kembang, Tari Piring, dan Tari Topeng Banjar. Sementara itu, musik tradisional Banjar terdiri dari berbagai alat musik tradisional, seperti gambus, gendang, suling, dan rebab.
  6. Perkebunan dan pertanian: Wilayah Kesultanan Banjar memiliki kekayaan alam yang melimpah, seperti perkebunan karet, tambang emas, kayu, dan tambang batu bara. Hingga saat ini, masih banyak petani di Kalimantan Selatan yang menerapkan teknik pertanian tradisional yang sudah dikenal sejak zaman Kesultanan Banjar.