Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Tatakrama Bertamu (Adab Tamu dan Tuan Rumah)

  1. Memuliakan tamu hukumnya wajib, sebagaimana sabda Rasulullah :مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

    “Barang siapa yg beriman pd Allah & hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya”.

    Adapun masa penjamuannya ialah sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi :

    الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَيَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ

    Menjamu tamu itu 3 hari adapun memuliakannya sehari semalam & tdk halal bagi seorang muslim tinggal di saudaranya sehingga ia menyakitinya, para sahabat berkata: ya Rasulallah bagaimana menyakitinya? Bersabda Rasulullah : Tinggal bersamanya sedangkan ia tdk mempunyai apa-apa utk menjamu tamunya“.

  2. Disunahkan mengucapkan selamat datang kpd para tamu sebagaimana hadits yg diriwayatkan dari Ibnu Abbas  ia berkata:لَمَّا قَـدِمَ وَفْدُ أَبِي اْلقَيْسِ عَلىَ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَرْحَبًا بِاْلوَفْدِ الَّذِيْنَ جَاءُوْا غَيْرَ خَزَابَا وَلاَ نَدَامَى

    “Tatkala utusan Abi Qais datang kpd Nabi , Beliau bersabda: Selamat datang kpd para utusan yg datang tanpa merasa terhina & menyesal”.

  3. Wajib memenuhi undangan sebagaimana sabda Rasulullah :وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ

    “Barang siapa yg tdk memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kpd Allah & Rasul-Nya.”4

    Beliau juga bersabda:

    حَقُّ اْلمُسْلِمِ عَلىَ اْلمُسْلِمِ خَمسْ ٌ- وَذَكَرَ مِنْهَا – وَإِجَابَةُ الدَّعْـوَةِ

    “Kewajiban seorang muslim kpd muslim yg lainnya ada lima-diantaranya disebutkan-Memenuhi undangan”.

  4. Sebagian para ulama menyebutkan utk menghadiri undangan maka harus memenuhi syarat sbg berikut:
    1. Orang yg mengundang bukan orang yg harus dihindari & dijauhi.
    2. Tidak ada kemungkaran pd tempat undangan tersebut.
    3. Orang yg mengundang adl muslim.
    4. Penghasilan orang yg mengundang bukan dari penghasilan yg diharamkan, sementara ulama yg lain mengatakan dosanya bagi orang yg mengundang, berbeda dgn jika sesuatu yg diharamkan itu zatnya, seperti minuman keras.
    5. Tidak menggugurkan sesuatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.
    6. Tidak ada madharat bagi orang yg menghadiri undangan.
  5. Sebagian ahli fiqh berkata: Wajib bagi tamu memenuhi 4 syarat:
    1. Pertama: Duduk di mana dia ditempatkan.
    2. Kedua: Ridho dgn apa-apa yg dihidangkan.
    3. Ketiga: Tidak beranjak meninggalkan tempat duduk melainkan setelah meminta izin dari tuan rumah.
    4. Keempat: Berdo’a bagi tuan rumah bila hendak pamitan pulang.Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Dan di antara adab orang yg bertamu adl tdk melirik-lirik makanan dgn matanya, bila diberi pilihan di antara 2 makanan, maka hendaklah dia memilih yg lbh kiri (darinya) kecuali ia mengetahui bahwa orang yg menghidangkan itu senang jika dia mengambil makanan yg ada di sebelah kanan”.
  6. Puasa tdk menghalangi seseorang utk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah :إذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَاِئمًا فَلْيُصَِلِّ وِإِنْ كَانَ مُفْـطِرًا فَلْيُطْعِمْ

    “Bilamana salah seorang di antara kalian di undang, maka hadirilah, bilamana ia puasa maka berdo’alah & bilamana tdk maka makanlah”.

  7. Nabi  bertamu kpd Abdullah bin Amr,’ kemudian ia mengambil karpet utk beliau yg terbuat dari kulit di mana ujung-ujungnya lembut sekali, lalu beliau duduk di atas tanah & karpet tersebut berada diantara Nabi & Abdullah bin Amr’.
  8. Bilamana seorang tamu datang bersama orang yg tdk diundang, maka ia harus meminta izin kpd tuan rumah sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu:كَانَ مِنَ اْلأَنْصَارِ رَجـُلٌ يُقَالُ لُهُ أَبُوْ شُعَيْبُ وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لِحَامٌ فَقَالَ اِصْنَعْ لِي طَعَامًا اُدْعُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَدَعَا رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ خَمْسَةٍ وَهذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا فَإِنْ شِئْتَ اْذَنْ لَهُ وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتُهُ قَالَ بَلْ أَذْنْتُ لَهُ.

    “Ada seorang laki-laki di kalangan Ansor yg biasa di panggil Abu Syuaib, Ia mempunyai seorang anak tukang daging kemudian ia berkata kepadanya: Buatkan aku makanan di mana aku bisa mengundang 5 orang bersama Rasulullah . Kemudian Rasulullah  mengundang 4 orang di mana orang yg kelimanya adl beliau, kemudian ada seseorang yg mengikutinya, maka Rasulullah  berkata: Engkau mengundang kami 5 orang & orang ini mengikuti kami, bilamana engkau ridho izinkanlah ia, & bilamana tdk maka aku akan meninggalkannya, Kemudian Abu Suaib berkata: Aku telah mengizinkannya”.

  9. Pelayan orang besar (terpandang) hendaknya mengikuti undangan tersebut sesuai dgn perkataan Anas . Seseorang mengundang Nabi  kemudian aku berangkat bersamanya, orang itu menghidangkan kuah yg didalamnya ada dhuba (Semacam mentimun besar), Rasulullah menyukai & memakan kuah tersebut, tatkala aku melihat hal itu, aku tdk mengambil makanan tersebut & tdk pula memakannya, Anas berkata: Aku senantiasa senang dgn makanan dhuba.
  10. Tidak selayaknya berlebih-lebihan dalam menjamu tamu, sehingga keluar dari kewajaran & standar berlebih-lebihan itu dilihat dari kebiasaan. Rasulullah  bersabda:”Janganlah memaksakan diri berlebih-lebihan menjamu tamu”.
  11. Masuk dgn seizin tuan rumah, begitu juga berpaling setelah beres memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini sebagaimana di jelaskan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:يَاأََيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَدْخُـلُوْا بُيُـوْتَ النَّبِي ِّإِلاَّ أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَـعَامٍ غَيْرَ نَاظِـرِيْنَ إِنهُ وَلِكنْ إِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِـرُوْا وَلاَ مُسْتَئْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍ إَنَّ ذلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحِي مِنْكُمْ وَاللهُ لاَ يَسْتَحِي مِنَ اْلحَقِّ

    “Wahai orang-orang yg beriman janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizikan utk makan dgn tdk menunggu-nunggu waktu masak maknannya, tetapi jika kamu diundang maka masuklah & bila kamu selesai makan maka keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yg demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu Nabi malu kepadamu utk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tdk malu menerangkan yg benar”

  12. Oleh karena itu berusahalah utk tdk memberatkan tuan rumah.Mendahulukan yg lbh tua dari yg muda serta mendahulukan yg lbh kanan dari yg kiri, sebagaimana Rasulullah  tatkala beliau memberikan minuman pd sesuatu kaum beliau berkata: اِبْدَؤُوْا بِاْلَكبِيْرِ “Mulailah dari yg tua”.
  13. Beliau juga berkata :مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا

    “Barang siapa yg tdk mengasihi yg lbh kecil dari kami serta tdk menghormati yg lbh tua dari kami bukanlah golongan kami”.

  14. Hadits ini merupakan penghormatan kpd orang tua.Al-Albani rahimahullah berkomentar setelah membawakan hadits Ibnu Umar  dia berkata: Rasulullah  bersabda:

    أَمَرَنِي جِبْرِيْلُ أَنْ أُقَدِّمَ اْلأَكَابِرَ

    “Jibril memerintahkanku utk mendahulukan yg lbh tua”. Dan hadits Rofi’ bin Khudaij serta hadits Suhail bin Abi Hasmah keduanya berkata (dalam hadits al Qosamah) Berangkatlah Abdul Rahman bin Suhail sedangkan ia orang yg paling muda yg ada di kelompok tersebut. Dia mendahului berbicara sebelum kedua temannya, maka Rasulullah  menegurnya: “Dahulukan orang tua, orang tua adl orang yg lbh tua usianya”. Juga hadits Aisyah radhiallahu anha, ia berkata: “Rasulullah  bersiwak sedangkan disampingnya ada 2 orang laki-laki maka turunlah wahyu kepadanya, supaya memberikan siwak kpd orang yg lbh tua”.

    Al Muhallibi berkata: Hal ini apabila kaum tersebut tdk duduk secara tertib, namun bilamana duduknya tertib maka disunahkan mendahulukan yg kanan.

  15. Kemudian Al-Albani rahimahullah menyebutkan sebuah hadits dari Abdullah bin Abi Habibah radhiallahu anhu dia ditanya apakah engkau mendapatkan sesuatu dari Rasulullah ? Abdullah bin Abi Habibah  menjawab: “Rasulullah  mendatangi masjid kami (masjid Quba), kemudian aku datang, waktu itu aku masih kecil & aku duduk di samping kanannya (Rasulullah) & Abu Bakr duduk di sebelah kirinya. Beliau meminta minuman lalu minum dari air tersebut, kemudian beliau memberikan minuman tersebut kepada-ku, di mana aku berada di samping kanannya, kemudian aku meminumnya lalu berdiri melaksanakan sholat & beliau sholat dgn memakai kedua sendalnya”. Al-Albani rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan dalil bahwasannya yg memberi minum itu dimulai dari sebelah kanan & bukan orang yg paling tua dari kaum tersebut atau orang yg paling alim atau paling mulia”.Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwasannya Rasulullah  tatkala minum, di samping kanannya terdapat orang badui & di samping kirinya Abu Bakr, & Umar berada di hadapannya. Umar  berkata: Wahai Rasulallah! Berikan kpd Abu Bakr & Ia takut kalau Rasulullah  memberikan minuman tersebut kpd orang baduy tersebut, akan tetapi Rasulullah  enggan memberikannya kpd Abu Bakr kemudian beliau memberikannya kpd orang baduy sambil berkata:

    اَْلأَيْمَنُوْن َاَْلأَيْمَنُوْنَ, اَْلأَيْمَنُوَْن

    “Dahulukan yg sebelah kanan, dahulukan yg sebelah kanan, dahulukan sebelah kanan”.

  16. Seorang tamu hendaknya mendo’akan orang yg memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dgn do’a:أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ, وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارَ,وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمَلاَئِكَةُ

    “Telah berbuka di samping kalian orang-orang yg puasa & memakan makanan kalian yg paling bagus semoga malaikat mendo’akan kalian semuanya”.

  17. اَللّهُـمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاْسقِ مَنْ سَقَانِي:”Ya Allah berilah makanan kpd orang telah yg memberikan makanan kepadaku & berilah minum kpd orang yg telah memberikan kepadaku minuman”.
  18. اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ:”Ya Allah ampuni dosa mereka & kasihanilah mereka serta berkahilah rizki mereka”.19

    Disunahkan tdk mengarahkankan pandangan kpd teman duduknya & mengutamakan orang yg lbh butuh dari pd dirinya, bilamana di belakangnya ada orang yg berdiri, perintahkan dia supaya duduk & bilamana menolak maka biarkanlah. Ataupun orang yg berdiri itu seorang hamba sahaya & pelayannya, karena ingin sesuatu maka berilah dia minum & ambilkan dari makanan yg terbaik kemudian menyuapkannya, bilamana dia makan bersama orang buta beri tahukan tentang makanan yg ada dihadapannya.

    Tidak mengapa saling memberi makanan satu sama lainnya, akan tdk boleh berpindah-pindah dalam menyantap satu hidangan ke hidangan yg lain. Bagi orang yg menyediakan makanan atau salah seorang keluarganya diperbolehkan menyediakan makanan yg khusus bagi tamu tertentu yaitu makanan yg baik bagi sebagian tamu selama hal tersebut tdk menyakiti yg lainnya, sebab hal itu diperbolehkan bagi orang-orang khusus atau di sunahkan memberikan (ke-khususan) kepadanya.

    Menghidangkan apa yg ada tanpa berlebih-lebihan & tdk meminta izin mereka ketika mau menghidangkan makanan tersebut.

    Dari adab orang yg memberikan hidangan ialah melayani para tamunya & menampakkan kpd mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dgn wajah yg ceria & berseri-seri.

    Di antara adab orang yg memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang dgn pembicaraan yg menyenangkan, tdk tidur sebelum mereka tidur, tdk mengeluhkan dgn kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, merasa kehilangan tatkala pamitan pulang, tdk berbicara dgn sesuatu masalah yg dpt mengagetkan mereka, tdk marah pd seseorang di hadapan mereka bahkan berusaha memberikan kegembiraan pd hati-hati mereka semaksimal mungkin & menanyakan ketidakhadiran anak-anak mereka secukupnya.

    Tidak menunggu kehadiran sahabat karibnya bilamana jamuan telah dihidangkan.

    Mengundang mereka utk menyantap makanan dgn bahasa yg paling indah. Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman yg mengisahkan tamunya Nabi Ibrahim Alaihissalam:

    فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ

    “Dan Ibrahim datang pd keluarganya dgn membawa daging sapi (26) kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pd mereka sambil berkata: Tidakkah kalian makan”.

  19. Mendekatkan makanan kpd tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim Alaihissalam: فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِم ْ”Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pd mereka”.
  20. Tamu meminta persetujuan pelayan utk menyantap makanan & tdk menanyakan kpd tuan rumah tentang keadaan rumah kecuali kiblat & WC. Tamu juga tdk melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tdk menolak tempat duduk yg telah disediakan utk menghormatinya, & tdk menahan diri utk mencuci ke 2 tangan. Bilamana dia melihat tuan rumah bertindak dgn sautu tindakan maka dia tdk menghalanginya utk melakukan hal seperti itu.Diperbolehkan memakan makanan yg ada di rumah kerabat & teman karib bilamana makanan itu berada pd tempat yg tdk terjaga, apabila dia mengetahui atau menduga kerelaan orang yg memiliki memakan tersebut menurut adat kebiasaan yg ada.

    Tidak byk melihat pd arah datangnya makanan.

    Mempercepat utk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.

  21. Imam Ibnu Jauzi rahimahullah berkata: Dan janganlah dia memberatkan temannya utk mengatakan kpd tamu “makanlah” bahkan berusaha utk selalu bermuka manis & tdk bermuka masam. Tidak membuat hal yg menjijikan orang lain, tdk mengibaskan tangannya di atas piringnya, juga tdk mendekatkan wajahnya ke piring makanan tatkala dia menyuap makanan ke dalam mulutnya, bilamana ia mengeluarkan sesuatu dari mulutnya utk dibuang maka hendaklah dia memalingkan wajahnya dari makanan & memegang wajahnya dgn tangan kirinya, tdk memasukan sisa suapan ke dalam kuah, & tdk memasukan makanan yg berlemak ke dalam cuka, serta tdk mencelupkan cuka ke dalam makanan yg berlemak sebab hal tersebut membuat tamu yg lain tdk senang.Termasuk adab (bertamu), tdk byk melirik-lirik kpd wajah orang-orang yg sedang makan.

    Seyogyanya tuan rumah tdk mengangkat tangan dari hidangan sampai mereka selesai menyantap hidangan kecuali dia mengetahui kerelaan mereka dgn hal tersebut.

    Makan diatas sufroh (seperai makan) lbh diutamakan daripada makan diatas meja makan. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Anas r.a beliau berkata: “Bahwasannya Rasulullah  tdk makan di atas meja makan juga tdk makan roti yg lembut hingga akhir hayatnya”.

  22. Di sunnahkan mengiringi tamu hingga pintu rumah. Tatkala Abu Abdul Qosim bin Abdus Salam berkunjung kpd Imam Ahmad bin Hambal semoga Allah merahmati mereka berdua. Abu Ubaid berkata: Tatkala aku hendak berdiri diapun berdiri, aku berkata kepadanya: “Jangan engkau lakukan itu wahai Abu Abdallah, As Sya’bi berkata: “Dari kesempurnaan sikap berkunjung adl berjalan bersamanya ke pintu rumah hingga mengambilkan tali kendaraannya.
  23. Hendaknya orang yg berkunjung mendo’akan tuan rumah yg bertaqwa & tdk fasik dgn do’a dibawah ini sesuai dgn sabda Rasulullah :لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا,وَلاَ يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ

    “Janganlah engkau berteman melainkan dgn orang mu’min, & jangan memakan makanan kalian melainkan orang yg bertaqwa”.

  24. Tidak mengkhususkan jamuan hanya utk orang kaya saja & menghiraukan orang miskin sebagaimana Abu hurairah berkata : “Sejelek-jeleknya makanan adl makanan orang hajatan, di mana yg di undang hanya orang-orang kaya sedangkan orang-orang miskin di biarkan saja, barang siapa yg tdk menghadiri undangan maka ia telah berbuat dosa kpd Allah & Rasul-Nya”.
  25. Seorang tamu hendaknya pulang dgn memperlihatkan budi pekerti yg mulia & meminta maaf pd tuan rumah atas segala kekurangannya.Dari Abu Abdur Rahman bin Abu Bakr As Siddiq semoga Allah merido’i mereka berdua beliau berkata: Datang kpd kami sekelompok tamu, sementara ayahku ingin menghadap Rasulullah dari sejak malam. Abu Abdurrahman bercerita: Maka ayahku pergi (menuju Rasulullah ), kemudian berpesan: Wahai Abdur Rahman selesaikanlah urusan tamumu. Abdur Rahman bercerita: Tatkala malam tiba aku menjamu mereka. Abdul Rahman berkata: “Mereka menolak sambil berkata: (Kami tdk menyantap hidangan ini) sampai datang tuan rumah kami & makan bersama kami”. Abdul Rahman berkata: Aku berkata pd mereka: Dia (Abu Bakr) adl orang yg keras, bilamana kalian tdk makan aku takut terkena amarahnya. Abdul Rahman berkata: “Mereka tetap menolak”, Maka tatkala dia datang, dia tdk memulai menyantap makanan mendahului mereka. Abu Bakr bertanya: “Apakah kalian telah selesai menyantap hidangan kalian?”, Mereka menjawab: “Demi Allah belum”, Abu Bakr berkata: “Tidakkah aku perintahkan Abdur Rahman?” Abdul Rahman berkata: “Kemudian aku berpaling darinya” lalu dia berkata: “Hai Abdul Rahman!” Aku tetap berpaling darinya.

    Maka ia berkata: “Hai bodoh aku bersumpah padamu bilamana engkau mendengar suaraku kemarilah!”. Abdul Rahman berkata: “Kemudian aku menghadap kepadanya, & berkata: Demi Allah, aku tdk berdosa, mereka itu tamu-tamumu, tanyakan kpd mereka!, aku telah membawakan kpd mereka hidangan & mereka menolak utk menyantapnya hingga engkau datang”. Abdul Rahman berkata: “Abu Bakr bertanya: “Mengapa kalian menolak hidangan dari kami?” Abdul Rahman berkata: Berkata Abu Bakr: Aku tdk akan memberi makan padanya malam ini. Mereka menjawab: “Demi Allah kami tdk akan makan hingga engkau memberikan makanan kepadanya”. Abdul Rahman berkata: “Aku tdk pernah mengalami keburukan seperti apa yg menimpaku pd malam ini, celaka kalian mengapa kalian menolak hidangan bagi kalian”, kemudian Abu Bakr berkata: “Adapun yg pertama adl dari syetan, makanlah hidangan kalian. Kemudian mereka membaca basmalah & memulai menyantap makanan. Abdur Rahman berkata: Tatkala hari sudah siang dia pergi kpd Rasulullah , kemudian berkata: Wahai Rasulullah mereka berbuat baik sedangkan aku menyia-nyiakannya, maka dia menceritakan peristiwanya, kemudian Rasulullah mengabarkannya & bersabda: (Engkau orang yg paling baik & terpilih diantara mereka) Abu Bakr berkata: Engkau tdk mengabarkan padaku utk menebus dosanya”.26

Kesimpulan hadits

  1. Tidak menghiraukan tamu karena sibuk dgn sesuatu pekerjaan & kemaslahatan, hal itu boleh dilakukan apabila ada orang yg bisa melayaninya.
  2. Bagi tamu tdk dianjurkan menahan dirinya utk memenuhi keinginan tuan rumah dalam masalah yg berhubungan dgn hidangan, & tdk pula menghalanginya utk menyediakan hidangan tersebut baginya. Namun, bilamana ia mengetahui bahwa tuan rumah memaksakan diri menyediakan hidangan tersebut dgn susah payah karena malu darinya, maka hendaklah dia menolaknya dgn lembut, sebab bisa jdi tuan rumah bermaksud lain di mana dia merasa berat baginya menampakkan maksud tersebut & merasa berat pula menolak kehendak tamunya.
  3. Bercakap-cakap dgn tamu & keluarga, sebagaimana Imam Bukhari menulis sebuah bab dalam kitabnya (Bab Fi Qaulid Dhaif Li Shahibihi Laa Akulu Hatta Ta’kulu/ Bab perkataan tamu pd temannya saya tdk akan makan hingga engkau makan) sebab para tamu menolak hidangan itu karena ada kemaslahatan yaitu mungkin Abu Bakr tdk mendapatkan makan malam.
  4. Bersembunyi karena khawatir akan sesuatu yg menyakitkan, perbuatan tersebut boleh dilakukan oleh seorang anak terhadap ayahnya.
  5. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tdk memberatkan tuan rumah, sebagaimana firman Allah Swt:فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوْا”Bila kamu selesai makan maka keluarlah”.27
  6. Abu Bakr bin Abi Dunya meriwayatkan, beliau berkata: Berkata Abu Abdul Qosim bin Salam: Suatu ketika aku berkunjung kpd Ahmad bin Hanbal, saat aku memasuki rumahnya ia berdiri & memelukku, kemudian mendudukkanku di tempat duduknya, aku berkata: “Wahai Abu Abdallah! bukankah di katakan bahwasanya tuan rumah lbh berhak utk duduk di depan rumahnya atau di tempat duduknya”. Beliau berkata: “Benar, dia boleh duduk & mendudukkan siapa saja yg diinginkannya”. Aku berkata dalam hatiku: “Wahai Abu Ubaid! Ambillah hal ini sbg pelajaran untukmu”, kemudian aku berkata: “Wahai Abu Abdallah!, seandainya aku mendatangimu sebatas keberhakanmu, maka aku akan mendatangimu setiap hari”, ia berkata: “Janganlah berkata seperti itu, sesungguhnya aku mempunyai beberapa saudara yg tdk pernah aku temui di selama satu tahun melainkan setahun sekali saja, & aku percaya akan kecintaan mereka dari pd orang yg temui setiap hari”, Aku berkata dalam hati: “Ini sebuah pelajaran yg lain wahai Abu Ubaid”, Lalu tatkala aku hendak berdiri ia berdiri bersamaku. Aku berkata: “Wahai Abu Abdallah! janganlah engkau lakukan hal itu”, Kemudian ia berkata: Berkata As Sya’bi: Dari kesempurnaan pelayanan bagi orang yg sedang berkunjung adl berjalan bersamanya sampai pintu rumah & mengambil (tali) kendaraannya”, Aku berkata: “Wahai Abu Abdallah! dari siapa As Sya’bi meriwayatkan adab seperti ini? beliau berkata: Ibnu Abi Za’idah dari Mujalid dari As Sya’bi. Aku berkata dalam hatiku: Wahai Abu Ubaid ini adl pelajaran yg ketiga bagimu.

Majid bin Su’ud al-Usyan, Terjemah : Muzafar Sahidu bin Mahsun Lc