Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Sejarah BMT

Masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (1-11 H/622-632 M)

Pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, Baitul Mal lbh mempunyai pengertian sbg pihak (al-jihat) yg menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus utk menyimpan harta, karena saat itu harta yg diperoleh belum begitu byk . Kalaupun ada, harta yg diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kpd kaum muslimin serta dibelanjakan utk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membagikan ghanimah & seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.

Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

Abu Bakar dikenal sbg Khalifah yg sangat wara’ (hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pd hari kedua setelah beliau dibai’at sbg Khalifah, beliau tetap berdagang & tdk mau mengambil harta umat dari Baitul Mal utk keperluan diri & keluarganya.

Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar yg sebelumnya berprofesi sbg pedagang membawa barang-barang dagangannya yg berupa bahan pakaian di pundaknya & pergi ke pasar utk menjualnya. Di tengah jalan, ia bertemu dgn Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sbg pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah utk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kpd Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yg segera menetapkan santunan (ta’widh) yg cukup utk Khalifah Abu Bakar, sesuai dgn kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahun yg diambil dari Baitul Mal.

Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)

Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan & sesuatu yg halal sesuai dgn aturan syariat & mendistribusikannya kpd yg berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yg dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah & mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan 2 potong pakaian musim panas & sepotong pakaian musim dingin serta uang yg cukup utk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, & aku adl seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.”

Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)

Kondisi yg sama juga berlaku pd masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yg besar & keluarganya, tindakan Usman byk mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yg sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yg menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat & keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pd enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kpd Marwan yg kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yg byk sekali kpd kerabatnya & ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sbg sesuatu bentuk silaturahmi yg diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta & meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar & Umar tdk mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya & membagi-bagikannya kpd sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya.” (Dahlan, 1999).

Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pd posisi yg sebelumnya. Ali, yg juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yg hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, & sering bajunya itu penuh dgn tambalan.

Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya

Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pd masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dgn penuh kehati-hatian sbg amanat Allah Subhanahu wa ta’ala & amanat rakyat, maka pd masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dpt dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat (Dahlan, 1999).