Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Haram, Hukum Nikah Niat Talak

Pertanyaan

Ada seseorang yg ingin pergi ke luar negeri, karena ia mendapat tugas belajar. Ia ingin menjaga kemaluannya dgn menikah di sana utk masa waktu tertentu. Kemudian setelah itu ia menceraikan istri ini tanpa mengabarkannya bahwa ia akan menceraikannya. Apakah hukumnya perbuatan ini?

Jawaban

Nikah dgn niat talak ini tdk terlepas dari 2 perkara: Bisa jdi ia mensyaratkan di dalam akad nikah bahwa ia akan menikahinya selama satu bulan, atau setahun, atau hingga selesai belajarnya. Maka ini adl nikah mut’ah & hukumnya haram.

Dan bisa jdi ia berniat melakukan hal itu tanpa mensyaratkannya. Maka pendapat yg masyhur dari mazhab Hanbali bahwa hukumnya adl haram & akad nikahnya rusak (tidak sah), karena mereka berkata: sesungguhnya yg diniatkan sama seperti yg disyaratkan, berdasarkan hadits:

قال رسول الله Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ” Sesungguhnya semua amal itu disertai niat & sesungguhnya bagi setiap orang adl apa yg dia niatkan.” [Hadis Riwayat: Al-Bukhari 1 & Muslim 1907].

Dan karena jika seseorang menikahi wanita yg telah ditalak 3 oleh suaminya agar mantan suaminya bisa menikahinya lagi, maka sesungguhnya nikah itu rusak (tidak sah), sekalipun hal itu tdk disyaratkan, karena yg diniatkan sama seperti yg disyaratkan. Apabila niat tahlil (untuk menghalalkan mantan suaminya) merusak akad nikah, maka demikian pula niat mut’ah merusak akad. Ini adl pendapat para ulama Hanabilah.

Dan pendapat kedua bagi para ulama dalam masalah ini: sesungguhnya ia sah menikahi & dalam niatnya ingin menceraikannya, apabila ia akan meninggalkan negeri seperti para perantau yg pergi utk belajar & semisalnya- mereka berkata: karena hal ini tdk disyaratkan, & perbedaan di antaranya dgn nikah mut’ah adl sesungguhnya dalam nikah mut’ah, apabila telah sampai batas waktunya, berpisahlah keduanya, apakah suami menghendaki atau tidak. Berbeda dgn pernikahan ini, maka ia bisa menyukai istri & tetap bersamanya. Dan ini adl salah satu pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Menurut pendapat saya sesungguhnya ini tdk seperti nikah mut’ah, karena definisi nikah mut’ah tdk cocok terhadap pernikahan ini, akan tetapi hukumnya adl haram dari sisi menipu istri & keluarganya. Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam mengharamkan penipuan. Sesungguhnya jika istri mengetahui bahwa laki-laki ini tdk ingin menikahinya kecuali utk waktu tertentu niscaya ia tdk mau menikah dengannya, demikian pula keluarganya.

Sebagaimana ia tdk rela seseorang menikahi putrinya yg berniat akan menceraikannya apabila kebutuhannya telah selesai. Maka orang tua mana yg rela anak nya di perlakukan seperti itu? Ini menyalahi iman, berdasarkan hadits yg berbunyi:

قال رسول الله Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak beriman (yang sempurna) seseorang kamu sehingga ia mencintai utk saudaranya apa yg disukainya utk dirinya.”[Al-Bukhari 13 & Muslim 45]

Dan karena saya mendengar bahwa sebagian orang menjadikan pendapat ini sbg hukum pd perkara yg tdk ada seorangpun yg membolehkan, yaitu mereka pergi ke sesuatu negeri hanya utk menikah saja, mereka pergi ke negeri ini utk menikah kemudian menetap bersama istrinya ini selama beberapa waktu tetapi dia berniat bahwa perkawinannya hanya utk sementara waktu kemudian ia pulang. Maka ini merupakan larangan besar dalam masalah ini. Maka meninggalkan hal tersebut diatas adl utama karena mengandung penipuan & karena merugikan pihak perempuan, & karena manusia adl bodoh serta mayoritas manusia tdk tertahan utk melanggar larangan Allah subhanahu wa ta’ala.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah

Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah Dan Fatwa