Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Penuh Semangat, Sabar dan Memperbanyak Ilmu dalam Mendidik Anak

Kepada para ayah dan ibu janganlah mengenalkan jalan keputusasaan di hati anak-anak. Karena orang tua memikul amanah yang besar, hendaknya bersabar dan berjalan ke depan dalam mendidik putra-putrinya pendidikan Islami yang benar, yang menuntun mereka untuk mengamalkan agama ini dan merealisasikan cita-cita dari keberadaan mereka yaitu mengibadahi Allah semata tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu.

Hidup senantiasa diselimuti banyak kendala dan kekurangan. Ketenangan abadi hanyalah di negeri yang kekal akhirat. Adapun dunia, ia adalah negeri amal dan cobaan. Kita hanyalah melintasinya untuk menuju negeri akhirat yang merupakan negeri perhitungan dan balasan. Oleh sebabnya kenapa kita harus berputus asa?

Kisah Yang Menunjukkan Ketidakputusasaan

Aisyahradiallahu’anha– bertanya kepada Rasulullah –shalallahu alaihi wasalam– :”Adakah hari yang lebih sulit yang engkau lalui dari hari perang Uhud?” Nabi menjawab: “Aku telah mengalami segala perlakuan yang dilakukan oleh kaummu terhadapku. Yang paling berat dari yang aku alami adalah peristiwa Aqobah.

Aku telah menyampaikan keadaanku kepada Ibnu Abduyâlail Ibn Abdul Kilab, tetapi dia tidak menggubris apa yang menjadi keinginanku. Aku pun pergi dengan kesedihan di wajahku. Ketika tersadar aku telah berada di Qorn ats-Tsa’âlib. Ketika kuangkat kepalaku, ternyata awan telah menaungiku. Ketika aku tatap ternyata ada malaikat Jibril, yang kemudian menyapaku, dan berkata: “Allah telah mendengar perkataan kaummu kepadamu serta sikap mereka.

Malaikat gunung telah diutus kepadamu supaya engkau perintah sekehendakmu.” Malaikat gunung menyapa dan memberi salam kepadaku, lalu berkata: “Wahai Muhammad, sekarang terserah padamu. Jika engkau berkehendak aku akan timpakan kepada mereka dua gunung ini.” Nabi –shalallahu alaihi wasalam– menjawab: “(Tidak), bahkan aku berharap akan keluar dari keturunan mereka orang-orang yang akan menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”

Sabar dalam Mendidik Anak

Kata sabar di dalam al-Quran disebut lebih dari 70 kali. Ini menunjukkan betapa penting dan besarnya kesabaran. Cita-cita dan harapan tidak akan tercapai tanpa kesabaran menapaki kesulitan dan beratnya beban mendidik. Ia merupakan jalan panjang yang dipenuhi kesulitan dan kepenatan. Para orang tua hendaknya menyadari bahwa tanggung jawab ini berat, tidak sekadar menyediakan makan dan minum saja, lebih dari itu. Hendaknya menghiasi diri dengan kesabaran, mengenakannya dan menjadikannya moto dalam mendidik. Orang tua mendapat pahala manakala disertai dengan niat yang saleh.

Pentingnya Kesabaran   Urwah Ibn az-Zubair dan putranya, Muhammad mendatangi Walid Ibn Abdul Malik. Muhammad putra Urwah adalah anak yang amat tampan wajahnya. Suatu hari dia datang kepada al-Walid mengenakan pakaian bordir bermotif warna dengan rambut dikepang dua sambil menepuk tangannya. Walid berkata: “Beginilah semestinya pemuda Quraisy!” dia pun terkena ain.

Ketika keluar dia menjadi linglung, terjatuh pingsan di penambatan kuda dan terinjak-injak kuda hingga tewas. Sementara ayahnya, Urwah terjangkit kusta di kakinya. Para tabib didatangkan. Mereka berkata: “Jika tidak dipotong, kustanya akan menggerogoti bagian tubuh yang lain dan akan membinasakannya.” Akhirnya diputuskan memotong kakinya. Pemotongan dilakukan dengan gergaji. Ketika gergaji diletakkan di kakinya dia meletakkan kepalanya ke bantal. Selang satu jam dia pun pingsan. Ketika sadar, keringat bercucuran di wajahnya, dan dia terus mengucap tahlil dan takbir.

Seusai pemotongan Urwah mengambil potongan kakinya, membolak-baliknya dengan tangannya seraya berkata: “Sungguh yang membuatku lega dan engkau mengetahuinya, bahwa aku tidak pernah membawamu ke tempat haram dan maksiat, tidak pula pada apa yang tidak diridai Allah.” Kemudian dia memerintahkan memandikan, meminyaki, mengafani potongan itu dengan beludru dan dikuburkan di pekuburan muslimin.

Ketika tiba di Madinah dan berada bersama al-Walid, karib kerabat dan para sahabatnya menyambutnya dan berbela sungkawa terhadapnya. Namun dia berkata: “…Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”. (QS. Al-Kahfi:62) Tidak lebih dari itu. Ibnul Qoyyim –rahimahullah– berkata: “Ketika kakinya akan dipotong orang-orang berkata: ‘Jika boleh, kami akan memberimu suatu minuman agar tidak berasa sakit!” Namun Urwah berkata: “Sesungguhnya aku diuji untuk melihat kesabaranku. Apakah kemudian aku akan berpaling darinya.”

Menambah ilmu, Berkonsultasi dan Bermusyawarah kepada Alim Ulama

Berkonsultasi amatlah penting dalam pendidikan anak. Ia merupakan tahapan pendidikan terpenting dan salah satu fondasi pokok. Yang demikian karena ia memiliki banyak manfaat dan hasil yang paripurna bagi yang mempraktekkan dan memperhatikannya. Ia menjauhkan kita dari problematika yang sebetulnya solusi dari problematika tersebut kita miliki. Oleh karena itu, kita hendaknya berkonsultasi kepada spesialis dalam perkara ini dari para alim ulama yang terpercaya agama dan amalnya. Al-Hasan al-Bashri –rahimahullah– berkata: “Demi Allah, tidaklah suatu kaum bermusyawarah, melainkan diberi petunjuk kepada yang lebih baik dari keadaan mereka semula.” Kemudian dia membaca: “…Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…” (QS.Syuro:38)

Pentingnya Musyawarah

  • Dahulu kaum Anshar sebelum datangnya Rasulullah –shalallahu alaihi wasalam- jika hendak melakukan suatu urusan mereka bermusyawarah, baru kemudian dilaksanakan. Sehingga Allah memuji mereka dan Rasulullah memerintahkan mereka melakukannya.
  • Nabi –shalallahu alaihi wasallam– berkonsultasi kepada para sahabatnya mengenai perseteruan dengan musyrikin Quraisy. Abu Bakar -radiallahu’anhu- berdiri dan berkata dengan perkataan yang terbaik. Berdiri pula Umar Ibn al-Khatthab -radiallahu’anhu- dan berkata dengan perkataan yang baik. Al-Miqdad Ibn Amr pun berdiri pula dan berkata:

“Wahai Rasulullah, titahkan apa yang hendak engkau perintahkan sebagaimana yang Allah perlihatkan kepadamu. Kami bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa:   “…Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (al-Maidah: 24)

Akan tetapi pergilah engkau bersama dengan Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami bersamamu turut berperang. Demi Zat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau berjalan membawa kami ke tempat yang jauh, niscaya kami akan menetapinya hingga engkau mencapainya.

Rasulullah –shalallahu alaihi wasallam- mengatakan kebaikan dan mendoakannya, kemudian berkata:

((أشيروا عليّ أيها الناس))

“Berilah saran kepadaku wahai manusia!” Yang beliau maksud adalah kaum Anshar. Yang demikian karena Anshar mayoritas, dan ketika Baiat Aqobah telah berikrar: “Wahai Rasulullah, kami berlepas diri dari celaanmu hingga engkau sampai ke tempat kami. Jika engkau tiba di tempat kami, engkau dalam perlindungan kami. Kami akan membelamu sebagaimana kami membela anak-anak dan istri-istri kami.” Mendengar Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- berujar demikian, Saad Ibn Mu’adz, salah seorang tokoh Anshar berkata: “Demi Allah, engkau memaksudkan kami wahai Rasulullah?” “Ya.” Jawab Rasulullah. “Sungguh kami telah beriman dan mempercayaimu wahai Rasulullah.”

Sumber Penuh Semangat, Sabar dan Memperbanyak Ilmu dalam Mendidik Anak. islamhouse.com: Potongan artikel 30 Langkah Mendidik Anak Agar Mengamalkan Ajaran Agama. Salim Sholih Ahmad Ibn Madhi. Terjemah: Syafar Abu Difa. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad