Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Obligasi Syariah

Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dgn sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak” (tunggal) & “sukuk” (jamak) yg memiliki arti mirip dgn sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional dalam sebuah atau sekumpulan aset.

Berbeda dgn konsep obligasi konvensional selama ini, yakni obligasi yg bersifat hutang dgn kewajiban membayar berdasarkan bunga, obligasi syariah adl sesuatu surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yg dikeluarkan Emiten kpd pemegang obligasi syariah yg mewajibkan Emiten utk membayar pendapatan kpd pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pd saat jatuh tempo (lihat Fatwa DSN, 2004).

Jika ditinjau dari aspek akad, obligasi dpt dimodifikasi ke pelbagai jenis seperti obligasi saham, istisna, murabahah, musyarakah, mudharabah ataupun ijarah, namun yg lbh populer dalam perkembangan obligasi syariah di Indonesia hingga saat ini adl obligasi mudharabah & ijarah.

Obligasi syariah di Indonesia mulai diterbitkan pd paruh akhir tahun 2002, yakni dgn disahkannya Obligasi Indosat obligasi yg diterbitkan ini berdasarkan prinsip mudharabah. Obligasi mudharabah mulai diterbitkan setelah fatwa tentang obligasi syariah (Fatwa DSN-MUI No.32/DSN-MUI/ /2002)dan obligasi syariah mudharabah (Fatwa DSN-MUI No.33/DSN-MUI/ /2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah pertama kali diterbitkan pd tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang obligasi syariah ijarah (Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/ /2003).

Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib, pengelola dana & investor bertindak sbg shahibul mal, alias pemilik modal. Keuntungan yg diperoleh investor merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor.

Dalam perdagangan obligasi syariah tdk boleh diterapkan harga diskon atau harga premium yg lazim dilakukan oleh obligasi konvensional. Prinsip transaksi obligasi syariah adl transfer service atau pengalihan piutang dgn tanggung bagi hasil, sehingga jual beli obligasi syariah hanya boleh pd harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.

Di Indonesia penerbitan obligasi syariah umumnya menggunakan akad mudharabah. Prinsip-prinsip pokok dalam mekanisme penerbitan obligasi syariah dpt dilihat pd hal-hal sbg berikut :

  1. Kontrak atau akad mudharabah atau akad syariah lainnya yg sesuai dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
  2. Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dpt ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit, EBIT atau EBITDA).
  3. Nisbah ini dpt ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dgn mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
  4. Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yg dibagihasilkan yg menjadi hak & oleh karenanya harus dibayarkan oleh Emiten pd pemegang obligasi syariah yg dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dgn pendapatan/keuntungan yg dibagihasilkan yg jumlahnya tercantum dalam keuangan konsolidasi emiten.
  5. Pembagian hasil pendapatan ini keuntungan dpt dilakukan secara periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan)
  6. Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.