Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Perkembangan Akuntansi di Dunia Islam

Vangermeersch memandang bahwa tempat tumbuhnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry) masih diperdebatkan. (Berton, 1933, hal.1). Hal ini berarti  bahwa dia tdk menerima bahwa tempat tumbuhnya sistem tersebut di Republik Itali. Dia beralasan bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam buku-buku akuntansi, yg merupakan sesuatu metode utk memilah-milah data sesuai dgn kaidah-kaidah khusus yg telah dikenal secara umum (Have, 1976, hal. 5–6).

Berdasarkan hal tersebut, sebagian peneliti memandang bahwa masih diragukan, sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam bentuk yg kita kenal sekarang ini atau yg mendekati hal itu telah dipraktikan secara meluas pd abad XIV (Weis and Tinuis, 1991, hal. 54), yakni mereka meragukan adanya praktik tersebut secara meluas di Itali pd abad XIV, terutama Pacioli hanya menyebutkan adanya praktik secara meluas tanpa menentukan tempatnya. Keraguan ini pd kenyataannya beralasan. Alasan pertama, yaitu kosongnya masa sejarah dari sejarah akuntansi, yaitu masa yg terjadi antara lenyapnya negeri antara 2 sungai & negeri Mesir di dunia Arab sampai abad XV secara umum. Secara khusus, ketika Pacioli menyebarkan bukunya yg mengandung satu bab tentang akuntansi, yaitu pd tanggal 10 Nopember 1494 M. Kekosongan ini hampir mendekati 2 ribu tahun. Alasan kedua, yaitu penggunaan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi secara luas tdk diragukan lagi mengharuskan adanya sesuatu praktik kerja & pusat-pusat pelatihan yg mampu mencetak pribadi-pribadi yg ahli & mampu menggunakan sistem ini secara luas. Pada kenyataannya, pusat-pusat pelatihan semacam itu tdk ada di Itali, kecuali pd akhir abad XVI, yaitu setelah kurang lbh 2 abad dari munculnya buku Pacioli. Pusat pelatihan para akuntan yg pertama di Itali didirikan di kota Venice pd tahun 1581 M., & dikenal dgn nama Colege of Accountans. Setelah para peserta studi menerima ilmu dari lembaga tersebut, mereka diharuskan utk berlatih (praktik kerja) di kantor-kantor akuntan yg telah teruji selama enam tahun, setelah itu, mereka diuji sebelum dpt mempraktikkan profesi akuntansi secara mandiri. (American Institute of Certified Accountants, 1970, hal.3) Demikian pula praktik kerja belum memiliki wujud yg diperhatikan sebelum munculnya buku Pacioli. Hal ini kembali pd keterbelakangan ilmu yg dialami Eropa pd saat itu, yg dikenal dgn masa kegelapan.
Di antara yg patut diperhatikan adl Pacioli menyebutkan di dalam bukunya bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah ada sejak masa yg lama (Murray, 1930, hal. 16), tetapi ia tdk menyebutkan sejak kapan & di mana sistem ini telah ada sejak lama. Apakah hal itu di dalam Republik Itali pd saat itu, ataukah di tempat lain. Demikian juga salah seorang peneliti, De Rover, berpendapat bahwa bab yg terdapat di dalam buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah sesuatu bentuk nukilan dari apa yg ada pd saat itu beredar di antara para murid & guru di sekolah aritmetika & perdagangan (Venetian Schole) atau dalam bahasa Inggris Schools of Commerce and Arithmetic. Dengan demikian, Pacioli hanyalah penukil (Transcriber ) atau pencatat terhadap apa yg beredar pd saat itu (Chatfield, 1968, hal. 45). Sesungguhnya ucapan ini tampak diterima oleh akalnya, namun terganjal oleh adanya hubungan antara para pedagang muslim & para pedagang Itali. Tetapi, pertanyaan yg muncul adalah: Siapakah yg menemukan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi? Di mana hal itu? Dan bagaimana sistem ini bisa beralih ke tangan orang-orang Itali?

Mungkin dpt dikatakan bahwa pd saat Eropa hidup pd masa kegelapan, kaum muslimin telah menggunakan akuntansi & ikut andil dalam mengembangkannya. Sementara itu, peradaban Islam, dalam pertumbuhan & perkembangannya, berdiri di atas asas kebahagiaan manusia melalui hal-hal yg sesuai dgn syari’at Islam & hal-hal yg dpt merealisasikan bagi manusia integrasi antara tuntutan-tuntutan spiritual & tuntutan-tuntutaan material. Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala:
Dan carilah pd apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, & janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi & berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, & janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tdk menyukai orang-orang yg berbuat kerusakan.” (Al Qashash :77).
Orang-orang Arab, terutama di Makah, kemudian kaum muslimin setelah itu, menggunakan akuntansi utk menentukan keuntungan dgn mengukur kelebihan yg ada pd aset mereka. Peradaban Islam selamanya telah disifati sbg peradaban Arab. Tampaknya, hal ini dikarenakan kaum musliimin menggunakan bahasa Arab, yg merupakan bahasa AlQur’an. Di samping itu,karena orang-orang Arab adl para pedagang yg tangguh di Eropa, Afrika, & Asia. Pada hakikatnya, peradaban yg dikenal oleh masa Islam adl bersumber dari Islam, & pembangunnya adl kaum muslimin. Peradaban Islam ini, dgn segala karakter, arah pandang, & sumbernya, berbeda dgn seluruh peradaban sebelumnya & yg sesudahnya. Oleh karena itu merupakan sesuatu kesalahan, mengatakan bahwa ia adl peradaban Arab. Ia adl peradaban Islam yg belum pernah ada bandingannya di dunia ini, sebelum & sesudahnya. Di samping itu, Islam menolak fanatisme golongan, maka orang-orang yg ikut andil dalam membangun peradaban Islam  bukan saja  orang-rang Arab.  Bahkan,  byk dari ilmu yg ditemukan & dikembangkan oleh kaum Muslimin non-Arab. Dengan demikian tdk boleh menyandarkan peradaban Islam kpd orang-orang Arab saja atau kpd kelompok tertentu selain mereka. Kaum muslimin memiliki pengaruh yg besar terhadap orang-orang yg dijumpainya dari berbagai macam bangsa, melalui perjalanan dagang mereka. Sebagai contoh kami sebutkan pengaruh para pedagang Yaman terhadap orang Indonesia & Malaysia, yakni mereka itu berpindah agama, dari Budha ke Islam.

Demikian pula, byk orang-orang Eropa yg mengunjungi dunia Islam terpengaruh dgn apa yg mereka rasakan di negeri Islam. Banyak di antara mereka yg masuk Islam ketika mereka merasakan kekuatan pendorong yg merubah orang-orang badui yg memeluk Islam menjadi ulama’ & pemimpin. Sebagian peneliti telah merasakan pengaruh peradaban Islam & kaum muslimin terhadap dunia, yakni salah seorang dari mereka mengatakan bahwa para pedagang Itali telah menggunakan huruf-huruf Arab (Have, 1976, hal. 33), di samping angka-angka Arab juga. Di samping itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi yg dikenal dgn sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh penduduk dahulu, & sistem ini tersebar di Itali melalui perdagangan. Demikian pula bahwa di sana terdapat beberapa peristiwa yg menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu telah mencatat pemasukan & pengeluaran tunai pd lembaran-lembaran yg berhadapan dgn sistem debet & kredit. (Heaps, 1985, hal. 19–20). Tidak diragukan lagi, mereka itu adl orang-orang Arab terdahulu sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz, setelah itu diikuti oleh kaum muslimin. Demikian pula perkataan peneliti ini bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah tersebar di Itali melalui perdagangan, yg dimaksudkan adl melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah menjalin hubungan dagang yg kuat dgn orang-orang Itali; & tdk ada seorang pun yg mendahului mereka dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar dari masa kegelapan.
Tahun 1202 M. adl tahun dimasukkannya angka-angka Arab & aritmetika–yang keduanya ditemukan oleh kaum muslimin–ke Eropa, yaitu melalui buku yg ditulis oleh Leonardo of Pisa Putra Bonnaci (Fibonnaci) yg byk melakukan perjalanan ke dunia Arab. (Brown, 1968, hal.11). Tentu saja, hal ini bukan berarti akuntansi tdk sampai ke Itali melalui para pedagang muslim, sebelum tahun 1202 M. Sebab, sangat memungkinkan, hubungan dagang & akibat yg ditimbulkannya seperti adanya hubungan cinta kasih antara kaum muslimin & orang-orang orang Itali telah membuka  jalan bagi penggunaan angka-angka Arab dalam skala yg terbatas, sehingga buku Leonardo of Pisa mendapatkan sambutan yg baik ketika terbit. Buku Leonardo of Pisa memuat bab-bab tentang aritmetika yg menjelaskan cara penjumlahan, pengurangan, menentukan harga, barter & persekutuan-persekutuan terutama yg serupa dgn Syirkah  Tadlamun. Buku  ini mendapatkan perhatian besar dari para pedagang, karena menyajikan cara baru penomoran dari satu sampai sepuluh. Cara ini tdk akan disajikan kpd orang-orang Eropa di Itali kecuali setelah nyata berhasil penerapannya di negara Islam di sisi penemunya, kaum muslimin. Dengan sistem ini, masalah-masalah akuntansi yg dihadapi oleh para pedagang pd saat itu berhasil diselesaikan. Secara umum, bahasa  Arab adl bahasa yg populer di dunia Islam. Sebagian wilayah Islam bahasanya bukan bahasa Arab, namun bahasa mereka ditulis dgn huruf-huruf Arab. Sebagian studi menunjukkan bahwa huruf-huruf Arab digunakan dalam 39 bahasa selain bahasa Arab, di Asia. Afrika & Eropa. Di antara bahasa-bahasa Asia yg menggunakan hurup Arab adl bahasa Turki, Parsi, Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India, Usbek, Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi & Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika yg ditulis dgn huruf-huruf Arab antara lain : Qubataliyah, Syalhaniyah, Sawahiliyah, Bumbariyah, Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, & Fayarijiyah. Sedangkan di Eropa, bahasa yg menggunakan huruf Arab antara lain:  Sanukan, Qazan, & Qumnuk (Hawaditus Sa’ah, 1995, No. 52). Sebagaimana telah dikatakan, orang-orang Eropa & orang-orang  Amerika  mengkaitkan peradaban Islam dgn orang-orang Arab boleh jdi dikarenakan orang-orang Arab menjadi pelopor dalam penyebaran agama Allah, Islam. Di samping menyebarkan agama Allah, mereka juga menyajikan peradaban mereka yg tumbuh & berkembang dari celah-celah Islam. Di antaranya adl perdagangan, & ilmu-ilmu yg lain.. Hal ini ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yg datang dari timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yg bermacam-macam,  berbagai penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, & matematika. (Woolk, 1912, hal.  54).

Peradaban Islam telah tumbuh & berkembang sesuai dgn tuntutan-tuntutan syari’at Islam yg berasaskan pd Al Qur’an & As Sunnah. As Sunnah mengandung seluruh ucapan, perbuatan, & ketetapan Rasulullah Muhammad bin Abdillah shallahu `alaihi wasallam, sebagaimana yg dihafal oleh para sahabat ridlwanullah ‘alaihim. Sangat disayangkan, kita dapati sebagian penulis dari kalangan non Islam tdk berusaha memahami Islam secara benar, & mengulang-ulang pendapat yg tdk sesuai dgn kedudukan ilmiah mereka tanpa memikirkan hasil dari apa yg mereka tulis. Di antaranya adl definisi yg mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad shallallahu `alaihi wasallam, yaitu seorang pemimpin yg di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan byk pengetahuan & hikmah kpd para pengikutnya. (Haskins, 1900, hal. 11). Dengan definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur’an bukan dari sisi Allah. Salah satu penelitian modern yg dilakukan oleh salah seorang  peneliti Muslim bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yg mungkin dipetik dari Islam dalam pengembangan akuntansi & kerangka perdagangan tdk dpt diambil manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yg mendalam.(Hamid et al, 1993, hal 132). Hal ini menunjukkan bahwasanya sangat mendesak, kebutuhan utk memberikan pemahaman kpd orang-orang non muslim, terutama para pemikir mereka, tentang hakikat Islam & apa saja yg dpt dipersembahkan kpd manusia, di samping apa yg telah dipersembahkan kpd mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yg dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan mereka.

Di antara karya-karya tulis yg menegaskan penggunaan akuntansi & pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adl adanya manuskrip yg ditulis pd tahun 765 H./1363 M. Manuskrip ini adl karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, & diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dgn nomor 2756, & memuat tentang akuntansi & sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yg digunakan dalam tulisan ini adl huruf Arab, tetapi bahasa yg digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi & terkadang pula bahasa Turki yg populer di Daulat Utsmaniyah,. Buku ini telah ditulis kurang lbh 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yg pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), & buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak & belum diterbitkan.

Al Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku–barangkali yg dimaksudkan adl manuskrip-manuskrip–yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yg populer pd saat itu, sebelum dia menulis bukunya yg dikenal dgn judul :”Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat”. Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis buku “Risalah Falakiyah” tersebut.

Dalam bukunya yg masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan hal-hal beriktu ini:

  1. Sistem akuntansi yg populer pd saat itu, & pelaksanaan pembukuan yg khusus bagi setiap sistem akuntansi.
  2. Macam-macam buku akuntansi yg wajib digunakan utk mencatat transaksi keuangan.
  3. Cara menangani kekurangan & kelebihan, yakni penyetaraan.

Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntasni yg populer pd saat itu, yaitu pd tahun 765 H./1363 M. antara lain:

  1. Akuntansi Bangunan.
  2. Akuntansi Pertanian.
  3. Akuntansi Pergudangan
  4. Akuntansi Pembuatan Uang.
  5. Akuntansi Pemeliharaan Binatang.

Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yg populer pd saat itu & kewajiban-kewajiban yg harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan yg disebutkan oleh Al-Mazindarani adl sbg berikut:” Ketika menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dgn basmalah,  “Bismillahir Rahmanir  Rahim”. Jika hal ini yg dicatat oleh Al Mazindarani pd tahun 765 H./1363 M., maka hal ini pula yg disebut oleh penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, “harus dimulai dgn ungkapan “Bismillah’.” (Brown and Johnson, 1963, hal. 28)

Salah seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yg pernah digunakan di negara Islam, di antaranya adl sbg berikut:

  1. Apabila di dalam buku masih ada yg kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat yg kosong itu tdk dpt digunakan. Penggarisan ini dikenal dgn nama Tarqin.
  2. Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dgn nama Hashil.
  3. Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dgn terjadinya.
  4. Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yg benar, & hati-hati dalam menggunakan kata-kata.
  5. Tidak boleh mengoreksi transaksi yg telah tercatat dgn coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah sesuatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kpd kantor. Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dpt melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dpt diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku bandingan dgn saldo buku-buku yg lain, & saldo-saldo bandingannya yg ada di kantor.
  6. Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (keuangan) yg berada di dalam tanggung jawabnya, & cara pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut.
  7. Harus mengoreksi laporan tahunan yg dikirim oleh akuntan, & membandingkannya dgn laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, & dari sisi yg lain dgn jumlah yg tercatat di kantor.
  8. Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan & mencatatnya sesuai dgn karakternya dalam kelompok-kelompok yg sejenis, seperti mengelompokkan & mencatat pajak-pajak yg memiliki satu karakter & sejenis dalam satu kelompok.
  9. Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dgn mencatat sumber-sumber pemasukan-pemasukan tersebut.
  10. Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri & menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut.
  11. Ketika menutup saldo, harus meletakkan sesuatu tanda khusus baginya.
  12. Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi-transaksi sejenis ke dalam buku khusus yg disediakan utk transaksi-transaksi yg sejenis itu saja.
  13. Harus memindahkan transaksi-transaksi yg sejenis itu oleh orang lain yg berdiri sendiri, tdk terikat dgn orang yg melakukan pencatatan  di buku harian & buku-buku yg lain.
  14. Setelah mencatat & memindahkan transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dgn kebutuhan. Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan & sumber-sumbernya serta pengalokasiannya. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 163-165)

Kalau kita perhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa dgn apa yg digunakan sekarang, terutama poin 9 & 10. Sebelumnya telah disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu mencatat pemasukan & pengeluaran pd 2 halaman yg berhadap-hadapan, dgn sistem debet & kredit. (Heaps, 1985, hal. 19-20). Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yg telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin 9 & 10, menggambarkan bentuk tertentu yg memberikan andil dgn sesuatu sistem atau dgn yg lain dalam pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi debet di sebelah kiri & sisi-sisi kredit di sebelah kanan, baik dalam satu halaman maupun 2 halaman yg berhadap-hadapan.

Di samping apa yg telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yg digunakan. Di antara laporan keuangan yg terkenal di negara Islam adl Al-Khitamah & Al Khitamatul Jami’ah. Al Khitamah adl laporan keuangan bulanan yg dibuat pd setiap akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan & pengeluaran yg sudah dikelompokkan sesuai dgn jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan Al-Khitamatul Jami’ah adl laporan keuangan yg dibuat oleh seorang akuntansi utk diberikan kpd orang yg lbh tinggi derajatnya. Apabila Al-Khitamatul Jami’ah disetujui oleh orang yg menerima laporan tersebut, maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami’ah tdk disetujui karena adanya perbedaan pd data-data yg dimuat oleh Al Khitamatul Jami’ah, maka ia dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 138)

Kalau kita perhatikan contoh laporan yg dikenal dgn nama Al Khitamah tersebut, sesungguhnya hal itu serupa dgn apa yg sekarang ini dikenal dgn nama Qoimatu Mashadir Wastikhdamatil Amwal (Daftar Sumber & Penggunann Keuangan). Hal ini menunjukan bahwa Al Khitamah adl sumber rujukan bagi daftar yng digunakan sekarang ini, & telah ada serta digunakan sejak berabad-abad yg silam.

Sesungguhnya pembuatan laporan keuangan di negara Islam harus bersandar pd dokumen-dokumen  yg mempertegas keberadaan & kebenaran data-data yg dijadikan dasar utk membuat laporan. Negara Islam telah mengenal penting pemenuhan dokumen-dokumen  yg memadai utk setiap transaksi.

Sistem dokumentasi  termasuk tuntunan syar’i yg asasi sesuai dgn Al-Qur’anul Karim yg merupakan sumber asasi & utama dalam syariat Islam. Sebaik-baik mengenai hal itu adl firman Allah ‘Azza Wa Jalla :
“   . . . .  .dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya . . . . .” “ . . . . . . & persaksikanlah apa bila kamu berjual beli, & janganlah penulis & saksi saling sulit-menyulitkan .. . . . . “ (Al Baqarah : 282)

Berdasarkan hal tersebut, maka merupakan sesuatu keharusan memenuhi dokumen-dokumen  secara sempurna sebelum mencatat transaksi keuangan apa pun di dalam buku. Hal ini diperkuat oleh apa yg ditemukan di dalam perpustakaan Mesir, yaitu adanya bukti tanda terima (receipt) dari zaman negara Islam, yg didalamnya tertera tahun 148 H./756 M. receipt ini telah memenuhi persyaratan yg dituntut pd saat itu, & sesuai dgn apa yg digunakan pd waktu sekarang. Hal ini merupakan bukti lain tentang kemajuan sistem akuntansi & sistem dokumentasi   masa negara Islam dalam bentuk yg tiada duanya. Bahkan, pengelolaan bukti transaksi pd masa kita sekarang ini hampir sesuai dgn apa yg digunakan pd masa negara Islam sejak abad I H.
Receipt-receipt yg berlaku pd masa negara Islam harus memenuhi persyaratan, yaitu memuat data-data pokok, yg di antaranya adl : tanggal pengeluaran, jumlah, tempat pengeluaran, saksi transaksi, nama, tanda tangan & sebab-sebab pembayaran. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 144 –145). Persyaratan tersebut, yang  berlaku pd masa negara Islam sejak abad II H. atau abad VIII M. adl persyaratan yg berlaku sekarang ini, pd akhir abad XX M. Namun sumber-sumber Barat tdk menyebutkan sumber data-data yg digunakan pd masa sekarang ini, sebagaimana halnya Pacioli tdk menyebutkan sumber tulisannya.

Ketika mengeluarkan receipt, yg digunakan pd masa negara Islam, receipt yg asli diberikan kpd yg membayar jumlah tersebut. Receipt yg asli ini dinamakan  thiraz.  Sedangkan  salinan  receipt  tersebut  tidak  dapat  digunakan  sebagai  dasar  pencatatan  di  dalam  buku  akuntansi.  Sebab,  pencatatan  di dalam  buku-buku  akuntansi  bersandar  pada  dokumen-dokumen  lain,  yang  dikenal  dengan  nama  syahid.  syahid  ini  termasuk dari dokumen-dokumen lain seperti  receipt.  Dengan  demikian  syahid  menggambarkan  tentang  journal  voucher.  syahid  ini dibuat oleh seorang akuntan disetujui oleh pimpinan kantor, atau menteri atau wakilnya. Persetujuan ini termasuk sesuatu bentuk perizinan utk menggunakan syahid sbg asas pencatatan di dalam buku. Persetujuan pimpinan kantor, atau menteri atau wakilnya dgn menulis kata “yuktab (dicatat)”. Dengan adanya persetujuan terhadap syahid itu, seorang akuntan melakukan pencatatan transaksi-transaksi di dalam buku-buku berdasarkan realitas syahid itu. Kemudian, akuntan tersebut menyimpan syahid tersebut & tetap menjadi tanggung jawabnya sbg petunjuk utk transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku akuntansi, melalui pemberian kuasa oleh pimpinan kantor, atau materi atau wakilnya.

Apabila transaksi keuangan telah terjadi di luar ibu kota wilayah Islam, maka pelaksanaan seperti di atas harus diikuti juga dgn mengirimkan salinan syahid, ke ibu kota wilayah Islam. Ketika menerima salinan syahid, maka sulthan, (penguasa) memberikan stempel pd salinan syahid tersebut, atau disimpan sbg dasar utk pelaksanaan pembukuan kantor pusat. Hal ini menunjukan bahwa disana terdapat kegandaan dalam pencatatan transaksi keuangan yg terjadi di luar tempat tinggal sulthan, di ibu kota wilayah. Tampaknya istilah yg dikenal dgn Al Qaidul Muzdawaj (Pembukuan Ganda/Double Entry) dalam bahasa-bahasa asing, yg dicetuskan oleh buku Pacioli, boleh jdi bersumber dari hal ini. Ini hanya sekadar kesimpulan dari kami, & kami tdk memiliki bukti pendukung yg mempertegas penggunaan istilah ini di dalam negara Islam. Di antara dalil-dalil lain yg menunjukkan perkembangan akuntansi di dalam negara Islam adl adanya tuntutan asasi yg menghendaki pentingnya penyimpanan buku-buku & dokumen-dokumen  yg berkaitan dengannya secara sistematis, juga tuntutan utk membuat indeks buku-buku & dokumen-dokumen  secara sistematis agar mudah dilihat sewaktu diperlukan, setelah selesai pencatatan di buku-buku & selesai penyempurnaan penyimpanan dokumen-dokumen  di map-map. Di samping itu, membuka buku-buku & dokumen-dokumen  tersebut, setelah  tutup buku, harus memenuhi persyaratan tertentu yg intinya menghendaki pentingnya persetujuan salah seorang pegawai senior di kantor itu. (Ibid , hal. 147 )

Di antara perkara lain yg memiliki pengaruh terhadap sistem akuntasi & mendapatkan perhatian besar di negara Islam adl Sistem Pengawasan Intern yg merupakan bagian penyempurna bagi sistem akuntansi. Sejak awal, negara Islam telah memiliki sistem pengawasan yg ketat terhadap pemasukan-pemasukan & pengeluaran-pengeluaran, karena pemasukan negara Islam tdk saja berasal dari berbagai sumber, tetapi juga memiliki jumlah yg besar sekali. Sistem pengawasan yg diperlukan bagi sistem akuntansi dirancang dgn cara menampakan kekurangan macam apa pun di dalam kas negara secara langsung melalui ketidakseimbangan buku-buku. Di antara yg patut disebutkan adl salah seorang sahabat yg mulia, yaitu ‘Amir Ibnul Jarrah berkirim surat kpd Amirul Mu’minin Khalifah Umar Ibnul Khaththab, radliyallahu’anhu, menjelaskan adanya kekurangan di Baitul Mal sebesar satu dirham. (Ibid , hal . 13). Hal ini menunjukkan kehebatan sistem yg digunakan pd saat itu, dari satu sisi, & dari sisi yg lain menunjukkan efektivitasnya. Demikian pula, Al Mazindarani di dalam bukunya pd tahun 765 H./ 1363M., menyebutkan bahwa sistem pengawasan intern memiliki signifikansi, & digunakan di seluruh kantor . Hal inilah yg menegaskan bahwa Pacioli bukanlah orang pertama yg memberikan perhatian pd sistem pengawasan intern; juga termasuk sesuatu yg menunjukkan adanya hubungan antara manuskrip Al Mazindarani & buku Pacioli, dari sisi kemungkinan Pacioli bersandar pd apa yg terdapat di dalam manuskrip Al Mazindarani.

Dari apa yg telah ditemukan mungkin dpt dikatakan bahwa perkembangan sistem akuntansi, pelaksanaan pembukuan, penentuan buku-buku akuntansi, sistem dokumentasi, laporan keuangan, & sistem pengawasan intern di dalam negara Islam telah memberikan andil dalam mewujudkan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry) & perkembangnya. Namun,  istilah yg kami gunakan ini, yaitu sistem pencatatan sisi-sisi transaksi, atau istilah yg dikenal dgn sistem pembukuan ganda (double entry) tdk digunakan di dalam negara Islam. Tetapi dpt kita simpulkan, sebagaimana telah dikemukakan, bahwa kegandaan pembukuan di setiap ibu kota wilayah & tempat terjadinya transaksi boleh jdi merupakan penyebab timbulnya penggunaan istilah yg dikenal dgn pembukuan ganda (double entry). Ini dari sisi penggunaan istilah. Adapun  dari sisi praktik, maka sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dari segi pelaksanaan pembukuan, bukan dari segi penamaannya, telah dicatat oleh Al Mazindarani di dalam bukunya pd tahun 765 H. /1363 M., namun dalam bentuk yg berbeda dgn apa yg disebutkan oleh buku Pacioli. Tetapi, perbedaannya  tdk menyentuh inti pencatatan sisi transaksi .