Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Shalat ihram

Mayoritas ulama memandang sunnah melakukan shalat 2 (dua) raka’at sebelum berihram, sbg upaya meneladani Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka sesungguhnya beliau berihram di hari Haji Wada’nya setelah melakukan shalat wajib. Dan ketika situasinya –Wallahu a’lam- bahwa ketika ia berihram bertepatan dgn waktu shalat fardhu, maka berihramlah setelahnya da itu baik.

Demikian pula seandainya ia berihram setelah shalat sunnah yg berulang seperti 2 rakaat shalat dhuha. Kalaulah tdk menghendaki –dan sebenarnya ihram tdk memiliki shalat yg khusus baginya- maka berihram tanpa disertai shalat 2 raka’at. Karena tdk ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai hal itu, namun siapa yg berihram dari Dzul Hulaifah (yaitu, miqatnya penduduk Madinah yg disebut dgn Abar ‘Ali, pent.) disunnahkan baginya utk melakukan shalat 2 (dua) raka’at.

Berdasarkan hadits Umar Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di lembah al-Aqiq, bersabda :

« أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَالَ صَلِّ فِي هَذَا الْوَادِي الْمُبَارَكِ وَقُلْ عُمْرَةً فِي حَجَّةٍ » أخرجه البخاري (1534)

Telah datang utusan (malaikat) dari Rabbku kepadaku, maka ia berkata : {{ Shalatlah kamu di lembah yg diberkahi ini & ucapkanlah “Umarah dalam haji” }}’.” Hadis Riwayat: Bukhari (1534).

Tekstualnya bahwa shalat ini khusus di lokasi tersebut saja dikarenakan keberkahannya. Bukan dikhusukan utk ihram. Maka sesungguhnya shalatnya itu dpt diinterpretasikan sbg shalat fardhu, & bukan shalat ihram 2 rakaat. Dan dimungkinkan pula diintepretasikan sbg shalat disebabkan ihram, namun hukumnya ini tdk ditetapkan berlaku di tempat-tempat miqat. Wallahu a’lam.

Penulis : Abdullah bin Shalih al-Fauzan