Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Pakaian yang Harus Dihindari Oleh Seorang yang Berihram

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya,

« مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنْ الثِّيَابِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَلْبَسُوا الْقُمُصَ ، وَلاَ الْعَمَائِمَ ، وَلاَ السَّرَاوِيلاَتِ ، وَلاَ الْبَرَانِسَ ، وَلاَ الْخِفَافَ إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ ، وَلاَ تَلْبَسُوا مِنْ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ وَلاَ الْوَرْسُ » أخرجه البخاري (1542) ومسلم ( 1177) واللفظ له

“Pakaian apa yg dikenakan oleh orang berihram ?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Jangan kalian memakai gamis, jangan bersorban, jangan bercelana panjang, jangan bermantel, & bercelana, kecuali seorang yg tdk mendapatkan sandal, maka ia boleh memakai khuff (sepatu sandal), maka potonglah kedua khufnya dibawah kedua matakaki, & jangan memakai pakaian yg tersentuh za’faran & wars (parfum).” Hadis Riwayat: Bukhari (1542) & Muslim (1177), dgn lafaz Muslim.

Hadits ini termasuk jawami’ul kalim (perkataan singkat dgn sarat makna, pent.), maka sebenarnya beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang apa yg harus dikenakan seorang yg berihram. Lalu beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawabnya dgn pakaian yg tdk boleh dikenakan, utk menjelaskan bahwa semua yg selain yg telah disebutkan tadi & yg semacamnya, maka boleh dipakai oleh seorang yg berihram.

Beliau menyebutkan 6 (enam) jenis di dalam hadits ini :

  1. Al-Qumush kata plural dari qamish (gamis), yaitu pakaian yg memiliki lengan baju. Serupa dengannya semacam jubah (sejenis pakaian luar seperti jaket, jas, dll. Pent.), kaos.
  2. Al-Ama`im kata plural dari imamah (sorban), yaitu yg dililitkan diatas kepala. Dianalogikan dgn kopiah & yg semakna dengannya termasuk dalam jenis ini
  3. As-Sarawilat kata plural dari sarawil (celana panjang), yaitu bahan sarung yg memiliki jahitan, dianalogikan celana pendek termasuk dalam jenis ini. Namun dibolehkan mengenakan celana panjang disebabkan tdk mendapatkan kain, sebagaimana yg telah ditetapkan dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma.
  4. Al-Baranis kata plural dari burnus (mantel), yaitu pakaian lengkap utk badan & kepala, dianalogikan utk semua yg serupa dgn mantel.
  5. Al-Khifaf kata plural dari khuff (sepatu sandal), yaitu yg dipakai pd kaki utk menutupinya & terbuat dari kulit. Boleh dipakai ketika tdk mendapatkan sandal. Dan tdk mesti dipotong dibawah matakaki, karena perintah tersebut sudah dibatalkan (mansukh). Inilah 5 (lima) jenis yg secara khusus disebutkan dalam hadits ini.
  6. Pakaian yg diberikan parfum za’faran atan kasturi, dianalogikan seluruh jenis wangi-wangian. Dan ini diharamkan terhadap pria & wanita.Ketentuan baku dari apa yg telah dikemukan, bahwa setiap yg berjahit yg dikenakan oleh badan atau oleh bagian tertentu darinya atau anggota dari bagian-bagiannya tertentu maka diharamkan & dilarang.

Telah populer di dalam buku-buku Manasik Haji, lafaz “al-makhith (berjahit)”. Kata ini belum pernah diriwayatkan dalam as-Sunnah, hanya saja sering terucap oleh lisan para tabi`in1. Sehingga istilah itu byk digunakan dalam buku-buku fikih. Terpersepsikan kebanyakan orang bahwa yg dimaksud dgn kata “al-makhith (berjahit)” itu adl segala hal yg ada jahitannya. Maka mereka berpersepsi bahwa tdk dibolehkan mengenakan selendang yg bersambung karena kependekan, atau karena kesempitan. Atau yg dijahit sebab robek, demikian juga dgn sepatu, ikat penggang yg ada jahitannya.

Kesemua ini tidaklah benar, bahkan yg dimaksudkan dgn kata tersebut seperti yg telah dijelaskan di muka, & bukan yg dimaksudkan adl pokoknya yg berjahit. Sekalipun para ulama fikih menspesifikkan hanya pd apa yg diriwayatkan dalam hadits yg telah disebutkan namun termasuk semua yg serupa dengannya, & itu sudah sangat jelas & jauh dari kerancuan.

Pakaian yg harus dihindari oleh wanita

Adapun wanita maka berihram dgn pakaian yg dikehendakinya, tanpa ditentukan dgn warna tertentu, dgn syarat pakaiannya tdk menarik pandangan, atau mirip seperti pakaian berwana putih, & dilarang dalam 2 hal :

  1. Pertama, an-niqab (cadar) yaitu kain yg menutupi wajah yg berlubang utk kedua mata. Tidak boleh utk digunakan.
  2. Kedua, al-quffaz (sarung tangan) yaitu penutup yg memiliki tempat jari-jari yg dimasukan ke dalamnya telapak tangan. Ia dikenal dgn kaos tangan. Berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :« وَلاَ تَنْتَقِبْ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسْ الْقُفَّازَيْنِ » أخرجه البخاري (1542) ومسلم (1177) من حديث ابن عمر رضي الله عنهما ، وهذا لفظ البخاري (1838)

    “Dan janganlah wanita yg sedang ihram bercadar, & janganpula menggunakan sarung tangan.” Hadis Riwayat: Bukhari (1542) & Muslim (1177) dari hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, & ini lafaz Bukhari (1838)

Adapun apa yg dikerjakan oleh sebagian wanita dgn mengenakan cadar & diatasnya jilbab utk maksud melihat jalan. Secara tekstual –Wallahu a’lam­- bahwa keumuman larangan mengenai an-niqab secara keseluruhan dalam penggunaannya. Jika dikatakan, “Bukankah tdk mengapa jika dibutuhkan, sedang bentuknya tdk terlihat. Maka jawabnya, “Bahwa setiap melakukan apa yg dilarang dalam ihram sekalipun itu mendesak (lil hajah) akan dikenai fidyah. Sedang bentuknya yg tdk nampak, maka tidaklah berpengaruh pd hukum, sebagaimana yg dikemukan di muka.

Dibolehkan bagi pria & wanita mengganti baju ihramnya & mencucinya seusai ihram. Sementara yg diyakini oleh sebagian wanita bahwa wanita yg sedang ihram harus tetap pd pakaian ihramnya, tdk boleh baginya utk mengganti & mencucinya maka kesemuanya itu tdk ada asalnya, Wallahu A’lam…

Penulis : Abdullah bin Shalih al-Fauzan