Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Puasa Syawal Haruskah Berturut-Turut?

Assalamu’alaikum Pak Ustadz.

Mengenai puasa sunnah syawal, adakah aturan yg baku. Apakah harus 6 hari di awal syawal & haruskan 6 hari berturut-turut,

Tolong sertakan dalilnya pak Ustadz?

Jazakallah.

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Haruskah puasa Syawwal dilakukan berturut-turut atau tidak, para fuqaha berbeda pendapat.

Mengapa berbeda pendapat? Tidak adakah aturan dari nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tata cara puasa Syawwal?

Jawabnya memang tdk ada aturannya. Dan oleh karena itulah makanya para ulama berbeda pendapat. Seandainya ada hadits shahih yg menjelaskan bahwa puasa Syawwal itu harus berturut-turut sejak tanggal-tanggal Syawwal, maka pastilah semua ulama bersatu dalam pendapat.

Namun karena tdk ada satu pun dalil qath’i yg sharih & shahih tentang aturan itu, amat wajar bila hal itu masuk ke wilayah ijtihad.

Kalau yg berijtihad hanya orang awam seperti kita, mungkin bisa kita abaikan. Akan tetapi kita merujuk kpd orang yg paling tinggi levelnya dalam berijtihad. Mereka adl para imam mazhab & pendirinya langsung.

Berikuti ini adl pendapat mereka:

  1. Asy-Syafi’iyah & sebagian Al-HanabilahAl-Imam Asy-Syafi’i & sebagian fuqaha Al-Hanabilah mengatakan bahwa afdhalnya puasa 6 hari Syawwal itu dilakukan secarar berturut-turut selepas hari raya ‘Iedul fithri.

    Sehingga afdhalnya menurut mazhab ini puasa Syawwal dilakukan sejak tanggal 2 hingga tanggal 7 Syawwal. Dengan alasan agar jangan sampai timbul halangan bila ditunda-tunda.

    Nampaknya pendapat ini didukung oleh beberapa kalangan umat Islam di negeri ini. Misalnya di daerah Pekalongan Jawa Tengah. Sebagian masyarakat muslim di sana punya kebiasaan puasa Syawwal 6 hari berturut-turut sejak tanggal 2 syawwal. Sehingga ada lebarang lagi nanti pd tanggal 8 Syawwal.

  2. Mazhab Al-HanabilahTetapi kalangan resmi mazhab Al-Hanabilah tdk membedakan apakah harus berturut-turut atau tidak, sama sekali tdk berpengaruh dari segi keutamaan.

    Sehingga dilakukan kapan saja asal masih di bulan Syawwal, silahkan saja. Tidak ada keharusan utk berturut-turut, juga tdk ada ketentuan harus sejak tanggal 2 Syawwal.

    Mereka juga mengatakan bahwa puasa 6 hari syawwal ini hukumnya tdk mustahab bila yg melakukannya adl orang yg tdk puasa bulan Ramadhan.

  3. Mazhab Al-HanafiyahSedangkan kalangan Al-Hanafiyah yg mendukung kesunnahan puasa 6 hari syawwal mengatakan sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa lbh utama bila dilakukan dgn tdk berturut-turut. Mereka menyarankan agar dikerjakan 2 hari dalam satu minggu.
  4. Mazhab Al-MalikiyahAdapun kalangan fuqaha Al-Malikiyah lbh ekstrim lagi. Mereka malah mengatakan bahwa puasa itu menjadi makruh bila dikerjakan bergandengan langsung dgn bulan Ramadhan. Hukumnya makruh bila dikerjakan mulai tanggal 2 Syawwal selepas hari ‘Iedul fithri.

    Bahkan mereka mengatakan bahwa puasa 6 hari itu juga disunnahkan di luar bulan Syawwal, seperti 6 hari pd bulan Zulhijjah.

    Demikianlah perbedaan pendapat di kalangan 4 mazhab, semua terjadi karena tdk ada satu pun nash yg menetapkan puasa Syawwal harus dikerjakan dgn begini atau begitu. Dan ketiadaan nash ini memberikan peluang utk berijtihad di kalangan fuqaha.

    Kita boleh menggunakan pendapat yg mana saja, karena semua merupakan hasil ijtihad para fuqaha kawakan, tentunya mereka sangat mengerti dalil & hujjah yg mendukung pendapat mereka.

Dan rasanya aneh kalau kita yg awam ini malah saling menyalahkan antara sesama yg awam juga. Sebab hak utk saling menyalahkan tdk pernah ada di tangan kita. Jangankan kita, para ulama besar itu pun tdk pernah saling menyalahkan. Meski mereka saling berbeda pendapat, namun hubungan pribadi di antara mereka sangat erat, mesra & akrab.

Kita tdk pernah mendengar mereka saling mencaci, memaki, atau melecehkan. Padahal mereka jauh lbh berhak utk membela pendapat mereka. Namun sama sekali kita tdk pernah mendengar perbuatan yg tercela seperti itu.

Hanya orang-orang kurang ilmu saja yg pd hari ini merasa dirinya pusat kebenaran, lalu menganggap bahwa semua orang harus selalu salah. Naudzubillah,

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penulis: Ahmad Sarwat, Lc