Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Hukum Puasa Bagi Orang Eskimo, Kutub Utara atau Kutub Selatan

Assalaamualaikum pak Ustadz,

Yang ingin saya tanyakan tentang hukum universal puasa terhadap semua umat di bumi Allah, bagaimana dgn orang eskimo, di sana musim datang dgn gejala alam yg lain, seperti ada terang terus sepanjang musim panas & gelap terus sepanjang musim dingin, padahal hukum puasa aturanya berdasarkan terbit & tenggelamnya matahari.

Karena Islam tdk hanya utk penduduk yg ada di sekitar kathulistiwa dgn musim yg hampir sama sepanjang tahun, tapi Islam utk semua umat di dunia ini.

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Buat orang yg tinggal di kutub utara atau selatan, secara geografis mereka akan mengalami beberapa ‘keajaiban’ alam. Terutama terkait dgn waktu terbit & terbenam matahari. Padahal, waktu-waktu shalat sangat ditentukan dgn terbit & terbenamnya matahari.

Kemungkinan Pertama

Ada wilayah yg pd bulan-bulan tertentu mengalami siang selama 24 jam dalam sehari. Dan sebaliknya, pd bulan-bulan tertentu akan mengalami sebaliknya, yaitu mengalami malam selama 24 jam dalam sehari.

Dalam kondisi ini, masalah jadwal puasa -dan juga shalat- disesuaikan dgn jadwal puasa & shalat wilayah yg terdekat dengannya dimana masih ada pergantian siang & malam setiap harinya.

Kemungkinan Kedua

Ada wilayah yg pd bulan teretntu tdk mengalami hilangnya mega merah (syafaqul ahmar) sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tdk bisa dibedakan antara mega merah saat maghrib dgn mega merah saat shubuh.

Dalam kondisi ini, maka yg dilakukan adl menyesuaikan waktu shalat `isya`nya saja dgn waktu di wilayah lain yg terdekat yg masih mengalami hilannya mega merah maghrib. Begitu juga waktu utk imsak puasa (mulai start puasa), disesuaikan dgn wilayah yg terdekat yg masih mengalami hilangnya mega merah maghrib & masih bisa membedakan antara 2 mega itu.

Kemungkinan Ketiga

Ada wilayah yg masih mengalami pergantian malam & siang dalam satu hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya.

Dalam kondisi ini, maka waktu puasa & juga shalat tetap sesuai dgn aturan baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu shubuh meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pd saat matahari tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam.

Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid (Al Qur’an Surat: Al-Baqarah: 187).

Sedangkan bila berdasarkan pengalaman berpuasa selama lbh dari 19 jam itu menimbulkan madharat, kelemahan & membawa kpd penyakit dimana hal itu dikuatkan juga dgn keterangan dokter yg amanah, maka dibolehkan utk tdk puasa. Namun dgn kewajiban menggantinya di hari lain.

Dalam hal ini berlaku hukum orang yg tdk mampu atau orang yg sakit, dimana Allah memberikan rukhshah atau keringan kpd mereka.

Bulan Ramadhan, bulan yg di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sbg petunjuk bagi manusia & penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu & pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pd bulan itu, & barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka, sebanyak hari yg ditinggalkannya itu, pd hari-hari yg lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, & tdk menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya & hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yg diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Al Qur’an Surat: Al-Baqarah: 185).

Penjelasan seperti ini bisa kita dpt dari fatwa Majelis Majma` Al-Fiqh Al-Islami pd jalsah ketiga hari Kamis 10 Rabiul Akhir 1402 H betepatan dgn tanggal 4 Pebruari 1982 M.

Selain itu kita juga bisa merujuk kpd ketetapan dari Hai`atu Kibaril Ulama di Makkah al-Mukarramah Saudi Arabia nomor 61 pd tanggal 12 Rabiul Akhir 1398 H.

Namun ada juga pendapat yg tdk setuju dgn apa yg telah ditetapkan oleh 2 lembaga fiqih dunia itu. Di antaranya apa yg dikemukakan oleh Syeikh Dr. Mushthafa Az-Zarqa’ rahimahullah.

Alasannya, apabila perbedaan siang & malam itu sangat mencolok dimana malam hanya terjadi sekitar 30 menit atau sebaliknya, dimana siang hanya terjadi hanya 15 menit misalnya, mungkinkah pendapat itu relevan?

Terbayangkah seseorang melakukan puasa di musim panas dari terbit fajar hingga terbenam matahari selama 23 jam 45 menit. Atau sebaliknya di musim dingin, dia berpuasa hanya selama 15 menit?

Karena itu pendapat yg lain mengatakan bahwa di wilayah yg mengalami pergantian siang malan yg ekstrim seperti ini, maka pendapat lain mengatakan:

  • Mengikuti Waktu Hijaz Jadwal puasa & shalatnya mengikuti jadwal yg ada di hijaz (Makkah, Madinah & sekitarnya). Karena wilayah ini dianggap tempat terbit & muncul Islam sejak pertama kali. Lalu diambil waktu siang yg paling lama di wilayah itu utk dijadikan patokan mereka yg ada di qutub utara & selatan.
  • Mengikuti Waktu Negara Islam terdekat Pendapat lain mengatakan bahwa jadwal puasa & shalat orang-orang di kutub mengikuti waktu di wilayah negara Islam yg terdekat. dimana di negeri ini bertahta Sultan/ Khalifah muslim.

    Namun kedua pendapat di atas masing-masing memiliki kelebihan & kelemahan. Karena keduanya adl hasil ijtihad para ulama.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penulis: Ahmad Sarwat, Lc