Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Hadits Tidurnya Orang Puasa Adalah Ibadah Apakah Hadist ini Palsu?

Saya pernah mendengar orang berkata bahwa tidurnya orang berpuasa itu adl ibadah. Tapi sampai saat ini saya tdk tahu, benarkah hal itu? Kalau memang benar, apakah itu merupakan hadits nabi atau bukan? Dan kalau memang hadits nabi, riwayatnya serta statusnya bagaimana ?

Terima kasih atas jawabannya Ustadz

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ungkapan seperti yg anda sampaikan, yaitu tidurnya orang berpuasa merupakan ibadah memang sudah seringkali kita dengar, baik di pengajian atau pun di berbagai kesempatan. Dan paling sering kita dengar di bulan Ramadhan.

Di antara lafadznya yg paling populer adl demikian:

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَة وَصَمْتُهُ تَسْبِيح وَعَمَلُه مُضَاعَف وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَاب وَذَنْبُهُ مَغْفُور

Tidurnya orang puasa merupakan ibadah, diamnya merupakan tasbih, amalnya dilipat-gandakan (pahalanya), doanya dikabulkan & dosanya diampuni.

Meski di dalam kandungan hadits ini ada beberapa hal yg sesuai dgn hadits-hadits yg shahih, seperti masalah dosa yg diampuni serta pahala yg dilipat-gandakan, namun khusus lafadz ini, para ulama sepakat mengatakan status kepalsuannya.

Adalah Al-Imam Al-Baihaqi yg menuliskan lafadz itu di dalam kitabnya, Asy-Syu’ab Al-Iman. Lalu dinukil oleh As-Suyuti di dalam kitabnya, Al-Jamiush-Shaghir, seraya menyebutkan bahwa status hadits ini dhaif (lemah).

Namun status dhaif yg diberikan oleh As-Suyuti justru dikritik oleh para muhaddits yg lain. Menurut kebanyakan mereka, status hadits ini bukan hanya dhaif tetapi sudah sampai derajat hadits maudhu’ (palsu).

Hadits Palsu

Al-Imam Al-Baihaqi telah menyebutkan bahwa ungkapan ini bukan merupakan hadits nabawi. Karena di dalam jalur periwayatan hadits itu terdapat perawi yg bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi, yg kedudukannya adl pemalsu hadits. Hal senada disampaikan oleh Al-Iraqi, yaitu bahwa Sulaiman bin Amr ini termasuk ke dalam daftar para pendusta, dimana pekerjaannya adl pemalsu hadits.

Komentar Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah juga semakin menguatkan kepalsuan hadits ini. Beliau mengatakan bahwa si Sulaiman bin Amr ini memang benar-benar seorang pemalsu hadits.

Bahkan lbh keras lagi adl ungkapan Yahya bin Ma’in, beliau bukan hanya mengatakan bahwa Sulaiman bin Amr ini pemasu hadits, tetapi beliau menambahkan bahwa Sulaiman ini adl “manusia paling pendusta di muka bumi ini!”

Selanjutnya, kita juga mendengar komentar Al-Imam Al-Bukhari tentang tokoh kita yg satu ini. Beliau mengatakan bahwa Sulaiman bin Amr adl matruk, yaitu haditsnya semi palsu lantaran dia seorang pendusta.

Saking tercelanya perawi hadits ini, sampai-sampai Yazid bin Harun mengatakan bahwa siapapun tdk halal meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Amr.

Iman Ibnu Hibban juga ikut mengomentari, “Sulaiman bin Amr An-Nakha’i adl orang Baghdad yg secara lahiriyah merupakan orang shalih, sayangnya dia memalsu hadits”. Keterangan ini bisa kita dpt di dalam kitab Al-Majruhin minal muhadditsin wadhdhu’afa wal-matrukin. Juga bisa kita dapati di dalam kitab Mizanul I’tidal.

Rasanya keterangan tegas dari para ahli hadits senior tentang kepalsuan hadits ini sudah cukup lengkap, maka kita tdk perlu lagi ragu-ragu utk segera membuang ungkapan ini dari dalil-dalil kita. Dan tdk benar bahwa tidurnya orang puasa itu merupakan ibadah.

Oleh karena itu, tindakan sebagian saudara kita utk byk -banyak tidur di tengah hari bulan Ramadhan dengan alasan bahwa tidur itu ibadah, jelas-jelas tdk ada dasarnya. Apalagi mengingat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tdk pernah mencontohkan utk menghabiskan waktu siang hari utk tidur.
Kalau pun ada istilah qailulah, maka prakteknya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya sejenak memejamkan mata. Dan yg namanya sejenak, paling-paling hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Tidak berjam-jam sampai meninggalkan tugas & pekerjaan.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penulis: Ahmad Sarwat, Lc