Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Ramadhan itu Awalnya adalah Rahmat, Tengahnya adalah Maghfirah (ampunan) dan Akhirnya adalah Pembebasan dari Api Neraka: Hadits Dhaif?

Ada seorang ustadz yg mengatakan bahwa hadits tentang pembagian Ramadhan menjadi 3 itu dhaif. Padahal hadits itu sangat populer disampaikan di bulan Ramadhan. Kalau tdk salah bunyinya seperti ini:

Ramadhan itu awalnya adl rahmat, tengahnya adl maghfirah (ampunan) & akhirnya adl pembebasan dari api neraka.

Benarkah klaim ustadz tersebut? Dan kalau benar, apa status hadits itu? Demikian terima kasih byk ustadz

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Hadits yg anda tanyakan kedudukannya itu memang sangat populer di tengah masyarakat, khususnya selama bulan Ramadhan. Dengan hadits itu, para penceramah byk mengajak orang-orang agar memanfaatkan bulan Ramadhan utk khusyu’ beribadah, agar mendapatkan 3 hal tersebut. Yaitu rahmah dari Allah, ampunan-Nya serta pembebasan dari neraka.

Namun menarik sekali apa yg disampaikan oleh ustadz yg antum ceritakan bahwa ternyata menurut beliau hadits itu bermasalah dari sanad & kekuatannya jalur periwayatannya. Betulkah?

Kami berupaya membolak balik beberapa literatur serta tulisan dari para ulama ahli hadits terkait dgn haditsi ini. Kami menemukan uraian yg menarik dari seorang ustadz ahli hadits di Indonesia, yaitu Al-Ustadz Prof. Ali Mustafa Ya’qub, MA.

Menurut beliau, hadits itu memang bermasalah dari segi periwayatannya. Sebenarnya hadits ini diriwayatkan tdk hanya lewat satu jalur saja, namun ada 2 jalur. Sayangnya, menurut beliau, kedua jalur itu tetap saja bermasalah.

Salah satu jalur periwayatan haditsi ini versinya demikian:

أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَان رَحْمَة وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَة وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّار

Bulan Ramadhan, awalnya rahmah, tengah-tengahnya maghfirah & akhirnya adl pembebasan dari neraka.

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-‘Uqaili dalam kitab khusus tentang hadits dha’if yg berjudul Adh-Dhu’afa’. Juga diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitabnya Tarikh Baghdad. Serta diriwayatkan juga oleh Ibnu Adiy, Ad-Dailami, & Ibnu Asakir.

Mereka Yang Mendhaifkan di antara para muhadditsin (ahli hadits) yg mempermasalahkan riwayat ini antara lain:

  1. Imam As-SuyuthiBeliau mengatakan bahwa hadits ini dhaif (lemah periwayatannya).
  2. Syeikh Al-AlbaniBeliau mengatakan bahwa riwayat ini statusnya munkar. Jadi sebenarnya antara keduanya tdk terjadi pertentangan. Hadits munkar sebenarnya termasuk ke dalam jajaran hadits dhaif juga. Sebagai hadits munkar, dia menempati urutan ketiga setelah hadits matruk (semi palsu) & maudhu’ (palsu).

    Sementara sanadnya adalah:

    1. Sallam bin Sawwar 2. dari Maslamah bin Shalt 3. dari Az-Zuhri 4. dari Abu Salamah 5. dari Abu Hurairah 6. dari nabi SAW

    Dari rangkaian para perawi di atas, perawi yg pertama & kedua bermasalah. Yaitu Sallam bin Sawwar & Maslamah bin Shalt.

    Sallam bin Sawwar disebut oleh Ibnu Ady, seorang kritikus hadits, sbg munkarul hadits. Sedangkan oleh Imam Ibnu Hibban, dikatakan bahwa haditsnya tdk bisa dijadikan hujjah (pegangan), kecuali bila ada rawi lain yg meriwayatkan haditsnya. Perkataan Ibnu Hibban ini bisa kita periksa dalam kitab Al-Majruhin.

    Sedangkan Maslamah bin Shalt adl seorang yg matruk, sebagaimana komentar Abu Hatim. Secara etimologis, matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut terminologi hadits, hadits matruk adl hadits yangdalam sanadnya ada rawi yg pendusta. Dan hadits matruk adl ‘adik’ dari hadits maudhu’ (palsu).

    Bedanya, kalau hadits maudhu’ itu perawinya adl seorang pendusta, sedangkan hadits matruk itu perawinya sehari-hari sering berdusta. Kira-kira hadits matruk itu boleh dibilang semi maudhu’.

Kesimpulannnya, hadits ini punya 2 gelar. Pertama, gelarnya adl hadits munkar karena adanya Sallam bin Sawwar. Gelar kedua adl hadits matruk karena adanya Maslamah bin Shalt.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis: Ahmad Sarwat, Lc